Pages

Monday, November 18, 2013

SOLUSI DOSA (9): KEMATIAN DAN KEBANGKITAN YESUS

Setiap tahun orang percaya memperingati peristiwa yang sangat penting dan menjadi dasar keimanan orang Kristen yaitu kematian dan kebangkitan Yesus Kristus. Peristiwa ini merupakan puncak karya Yesus Kristus di dunia dalam misi-Nya menyatakan kerajaan sorga. Dia menyerukan: “Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat!"(Mat. 4:17). Dekatnya Kerajaan Sorga adalah sedekat kehadiran Yesus di dunia ini.

Pelayanan-Nya memang hanya selama kurang lebih tiga tahun. Dalam tenggang waktu tersebut Yesus mengajar kebenaran, menyembuhkan, membuat mujizat, mengusir setan, dan lain sebagainya. Kerajaan sorga dicirikan dengan berbagai kebajikan seperti itu. Hal ini diabadikan dalam firman Tuhan di bawah ini: “Jjika Aku mengusir setan dengan kuasa Roh Allah, maka sesungguhnya Kerajaan Allah sudah datang kepadamu” (Mat. 12:28). Tetapi kematian dan kebangkitan Yesus adalah puncak karya-Nya. Kematian-Nya mempunyai arti spesifik untuk menyelesaikan masalah yang sangat krusial yaitu dosa yang menjadi penghalang manusia masuk ke dalam kerajaan-Nya. Satu-satunya akses menuju ke dalam kerajaan itu adalah kematian dan kebangkitan-Nya. Kematian dan kebangkitan Yesus adalah pintu gerbang satu-satunya menuju kerajaan-Nya masa kini dan akan datang (eskatologis). Fakta inilah yang seharusnya diingat dan menjadi pengucapan syukur ketika orang percaya memperingati kematian dan kebangkitan Yesus. Oleh sebab itu mengartikan kematian dan kebangkitan-Nya hanya sebatas ritual dan perayaan semata sama sekali tidak memberi keuntungan apa-apa.

Tulisan kali ini bermaksud untuk meredefinisi dan mereinventarisasi makna kematian dan kebangkitan Yesus Kristus melebihi arti hanya sekedar ritual dan perayaan, sekaligus sebagai motivasi untuk melakukan kebenaran tersebut dalam kehidupan orang-orang percaya kontemporer secara praktis. Sudah seharusnya orang-orang percaya memaknai kematian dan kebangkitan Yesus lebih dari sekedar ritual dan perayaan dan memasuki dimensi lain yang lebih mendalam karya agung tersebut. Ketika umat-Nya masuk ke dalam relung-relung makna kematian dan kebangkitan Yesus, maka akan semakin dimengerti: “...betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus....(Ef. 3:18).

Alkitab, khususnya perjanjian baru, jika dipelajari dan direnungkan baik-baik, maka akan memberi setidaknya empat dimensi makna KEMATIAN DAN KEBANGKITAN Yesus Kristus sebagai: FAKTA, BERITA KESELAMATAN, DOKTRIN DAN GAYA HIDUP.

1. SEBAGAI FAKTA
Sebuah fakta didasarkan pada peristiwa dan peristiwa menyatakan fakta. Antara fakta dan peristiwa ada keterkaitan yang sangat erat. Kematian dan kebangkitan-Nya adalah peristiwa yang benar-benar terjadi dalam sejarah manusia. Oleh sebab itu kematian dan kebangkitan-Nya adalah fakta. Dalam kitab perjanjian baru disebutkan ada empat orang yang menyaksikan dan menuliskan peristiwa kematian dan kebangkitan Yesus secara lengkap menurut pandangan masing-masing. Mereka itu adalah Matius, Markus, Lukas dan Yohanes. Mereka menuliskan peristiwa kematian dan kebangkitan Yesus dalam Injil masing-masing sebagai fakta tanpa memberi penafsiran. Keempat penilis tidak sedang membicarakan doktrin dalam Injil yang mereka tulis. Mereka hanya mereportasi peristiwa yang mereka lihat dan ketahui. Tidak ada sedikit pun dusta pada mereka untuk menuliskan peristiwa yang mereka saksikan. Ketika Yesus disalibkan mereka ada di sana. Demikian juga saat Dia bangkit mereka juga ada di sana.

Bahkan penulis Injil Lukas dengan sangat cermat telah melakukan sebuah riset tentang peristiwa tersebut sebelum menulis Injil. Hal ini dilakukan oleh kekuatiran terjadi penyesatan mengingat banyaknya informasi yang mencoba menulis pelayanan Yesus sampai kepada peristiwa kematian dan kebangkitan-Nya. Lukas menulis: “Teofilus yang mulia, Banyak orang telah berusaha menyusun suatu berita tentang peristiwa-peristiwa yang telah terjadi di antara kita, seperti yang disampaikan kepada kita oleh mereka, yang dari semula adalah saksi mata dan pelayan Firman. Karena itu, setelah aku menyelidiki segala peristiwa itu dengan seksama dari asal mulanya, aku mengambil keputusan untuk membukukannya dengan teratur bagimu, supaya engkau dapat mengetahui, bahwa segala sesuatu yang diajarkan kepadamu sungguh benar” (Luk. 1:1-3).

Sekali lagi, keempat penulis tersebut tidak sedang menuliskan sebuah doktrin dalam Injilnya. Mereka hanya menyajikan sebuah fakta tentang kematian dan kebangkitan Yesus. Meskipun tua-tua orang Yahudi mendustakan fakta ini dengan memberikan sejumlah besar uang kepada serdadu-sedadu supaya untuk menebar dusta, tetapi hal itu tidak bisa mengingkari fakta kematian dan kebangkitan-Nya.

Para penulis Injil tersebut bukanlah teolog terpelajar tetapi hanya orang biasa saja. Meskipun demikian apa yang mereka tuliskan menjadi sumber keselamatan setiap orang yang percaya. Injil juga menjadi konstitusi setiap orang Kristen yang mengajarkan bagaimana cara berikap dan sekaligus sumber doktrin yang mengokohkan keimanan. Injil sebagai fakta membuktikan bahwa keimanan orang Kristen didasarkan pada fakta dan tidak dibangun berdasarkan mitos, dongeng, fiksi, legenda dan sejenisnya. Iman yang benar harus didasarkan pada fakta. Jika kematian dan kebangkitan Yesus bukan fakta, maka keimanan orang percaya akan runtuh dan tidak memiliki nilai sama sekali. Sesungguhnya kematian dan kebangkitan Yesus adalah FAKTA.

2. SEBAGAI BERITA KESELAMATAN
Fakta tentang kematian dan kebangkitan Yesus Kristus adalah keselamatan manusia. Keselamatan ini sangat penting dan harus diberitakan. Setelah dimuridkan selama kurang lebih tiga tahun, maka tugas para rasul adalah memberitakan Injil keselamatan. Yesus mengutus mereka dengan memberi perintah yang dikenal dengan amanat agung. Yesus berkata: “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus” (Mat. 28:18-19). Tugas memberitakan Injil ini kembali diingatkan oleh Yesus Kristus sebelum kembali ke sorga. Ia berkata: “Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi" (Kis. 1:8).
Jadi, Injil bukan hanya sekedar fakta tentang kematian dan kebangkitan Yesus, tetapi keselamatan yang harus diberitakan oleh orang-orang percaya (Rom. 1:16). Berita Injil bukan pula hanya catatan sejarah atau proklamasi sebuah agama dengan segala riualnya. Bukan, bukan sama sekali! Pada dasarnya berita Injil adalah memberitakan kuasa Allah yang menyelamatkan manusia. Oleh sebab itu Yesus mempersiapkan murid-murid untuk melakukannya. Mereka diutus untuk itu. Satu hal yang sangat penting sebelum diutus para rasul lebih diperlengkapi dengan kuasa Roh Kudus. Pemberitaan Injil akan menjadi efektif jika pemberita Injil diperlengkapi dengan otoritas atau kuasa sorgawi. Itu berarti kuasa Allah dan Roh Kudus berada di balik setiap upaya pemberitaan Injil yang Anda dan saya lakukan. Perhatikan baik-baik. Di satu sisi Injil adalah kuasa Allah yang menyelamatkan orang berdosa dan di sisi lain perlunya pemberian kuasa dan otoritas kepada mereka yang memberitakan Injil tersebut.

Dari kebenaran di atas maka dapat disimpulkan bahwa pemberitaan Injil keselamatan adalah parade atau demnstrasi kuasa dan kasih Allah. Sesungguhnya penginjilan adalah proklamasi tentang kuasa dan kasih Allah. Di dalamnya ada keselamatan, pengampunan dosa, penghancuran kuasa Iblis, maut yang dikalahkan, pembaharuan hidup, dan sebagainya. Itulah kasih karunia Allah yang tidak terbatas bagi semua orang. Kerajaan Allah bukan terdiri dari kata-kata melainkan kuasa (1 Kor. 4:20). Dan kuasa Allah itu secara penuh tersimpan di balik kematian dan kebangkitan Yesus Kristus. Banyak orang memberitkan jalan keselamatan di luar kematian dan kebangkitan Yesus. Jelas berita tersebut tidak mengandung keselamatan dan kuasa Allah. Apa gunanya sebuah berita yang katanya berasal dari Allah jika di dalamnya tidak ada kuasa?

Kematian dan kebangkitan Yesus sebagai berita atau kabar baik telah dicatat dalam kitab Kisah Para Rasul. Di dalam kitab inilah bisa ditemukan catatan lengkap dan jelas bagaimana Injil diberitakan dan disebarkan. Penginjilan dimulai rasul-rasul. Petrus memberitakan Injil untuk pertama kali di hadapan berbagai suku bangsa yang datang untuk merayakan hari raya Pentakosta orang Yahudi. Ribuan orang menerima Yesus dan diselamatkan sehingga terbentuklah jemaat Yerusalem atau sering disebut jemaat mula-mula (Kis. 2:14-40). Dengan jelas dan tedas Petrus memfokuskan pemberitaannya pada kematian dan kebangkitan Yesus. Pilipus memberitakan Injil di Samaria (Kis. 8:4-25) dan kepada sida-sida dari Etiopia sehingga tanah Etiopia menerima keselamatan (Kis. 8:26-40). Penginjilan Petrus kepada keluarga Kornelius, si perwira Roma, dan lain sebagainya. Dalam setiap pemberitaan Injil bukan saja banyak orang diselamatkan, tetapi terjadi banyak perbuatan ajaib dari Allah.

Jemaat Yerusalem mengalami perkembangan yang luar biasa. Para rasul berhasil mendidik semua anggota jemaat di dalam kebenaran. Tetapi sayang, pekabaran Injil dilakukan hanya sekitar Yerusalem saja. Para rasul dan orang percaya masih enggan memberitakan Injil kepada bangsa-bangsa lain. Padahal Yesus Kristus dalam amanat agung-Nya menghendaki supaya Injil diberitakan sampai ke ujung bumi (Kis. 1:8). Oleh sebab itu Tuhan mengijinkan penganiayaan atas jemaat Yerusalem sehingga banyak orang percaya lari dari Yerusalem dan mulai memberitakan Injil kepada bangsa-bangsa lain. Mereka adalah orang-orang percaya diaspora.

Untuk menggenapi pemberitaan Injil sampai ke ujung bumi Yesus Kristus juga memilih dan mengangkat seorang bernama Paulus untuk melanjutkan visi penginjilan tersebut. Paulus, seorang mantan Farisi yang kejam tetapi pintar dan cemerlang, dipilih Allah secara khusus sebagai alat untuk memberitakan Injil kepada bangsa-bangsa. Pengutusan Paulus terjadi secara spontan dan tiba-tiba ketika Paulus pergi ke Damsyik dengan tujuan membinasakan orang-orang percaya. Di tengah perjalanan Yesus Kristus yang sudah bangkit mencegah rencana itu. Paulus menjadi buta karena melihat cahaya yang sangat menyilaukan. Tetapi peristiwa itu dipakai Yesus untuk membuat Paulus bertobat dan bahkan dipilih untuk menggenapi rencana-Nya memberitakan keselamatan kepada bangsa-bangsa. Secara resmi Paulus diutus dari Antiokia. Jemaat di sana disebut jemaat Antiokia dengan visi dan misi penginjilan lintas bangsa-bangsa. Beberapa kali Paulus mengadakan perjalanan penginjilan dan menghasilkan banyak petobat baru yang berasal dari bangsa-bangsa yang bukan Yahudi. Sebagaimana Tuhan mengadakan banyak mujizat di jemaat Yerusalem, demikian juga Dia melakukannya dalam pelayanan penginjilan yang dilakukan oleh Paulus dan tim. Itulah makna kematian dan kebangkitan Yesus sebagai berita keselamatan.

Sampai sekarang pemberitaan Injil terus dilakukan. Meskipun ada banyak pemerintahan yang terang-terangan menolak berita keselamatan masuk ke negaranya, tetapi tidak mungkin kuasa manusia mampu mebendungnya karena Injil itu adalah kuasa Allah. Dan kuasa yang sama menyertai setiap orang yang mau memberitakannya. Hal itu telah terbukti. Pada zaman lampau Roma adalah pusat pemerintahan dunia kafir yang sangat berkuasa (Imperium Romanum). Roma menguasai dan menghegemoni seluruh dunia dengan kekuatan militer, politik dan agama. Kaisar dianggap sebagai tuhan yang harus disembah dan kematian diancamkan bagi orang-orang yang menentang. Tetapi ternyata kuasa kekaisaran yang hebat itu mampu diterobos kuasa Allah dan menghancurkan kesombongan kuasa manusia melalui berita Injil. Akhirnya Injil bertumbuh dan berkembang di sana. Itu sebabnya Paulus menuliskan surat kepada orang-orang di Roma: “Sebab aku mempunyai keyakinan yang kokoh dalam Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya...(Rom 1:16). Bukan kuasa kaisar!

3. SEBAGAI DOKTRIN
Sisi lain menyangkut kematian dan kebangkitan Yesus yang sangat penting adalah muatan doktrinalnya. Doktrin kematian dan kebangkitan Yesus menjadi sangat penting untuk mengokohkan keimanan orang percaya. Bagaikan sebuah pondasi dan tembok yang kokoh, demikianlah doktrin memberi pagar perlindungan kepada semua orang percaya dari serangan doktrin-doktrin palsu. Dunia ini dimana orang percaya berada dipenuhi dengan pemikiran filsafat dan agama yang tidak percaya pada kematian dan kebangkitan Yesus. Pemikiran-pemikiran mereka sangat berbahaya bagi keimanan orang percaya. Bahkan mereka tidak pernah berhenti menyerang orang-orang percaya dengan pikiran yang menyesatkan. Untuk menangkal semua itu Paulus dipakai Tuhan untuk menegakkan doktrin, terutama doktrin kematian dan kebangkitan Yesus. Dari semua penulis kitab perjanjian baru dialah yang paling banyak mengajar jemaat secara doktrinal.

Kita akan semakin menyadari dan menghargai Alkitab karena berisi hikmat Tuhan yang tidak terukur. Tuhan mempersiapkan hamba-hamba-Nya sesuai dengan tugas masing-masing. Jika Matius, Markus, Lukas dan Yohanes sebagai penulis Injil sebagai fakta, rasul-rasul memberitakan Injil di Yerusalem sekitarnya dan Paulus meneruskan berita keselamatan sampai ke ujung bumi. Paulus juga dipercaya Tuhan untuk mengajarkan berbagai doktrin terutama doktrin kematian dan kebangkitan Yesus. Doktrin inilah yang menjadi fokus dalam kitab Roma yang ditulis Paulus. Tanpa kitab Roma, gereja akan lemah dan gampang hancur. Kehancuran sebuah jemaat selalu diawali dari kehancuran doktrinalnya yang berimbas pada kehancuran kekudusan moralitas dan sosialnya. Apa yang terjadi dalam jemaat Korintus dan Galatia adalah bukti betapa lemahnya jemaat-jemaat tersebut dalam doktrin. Itu sebabnya jemaat-jemaat tersebut gampang disesatkan oleh angin pengajaran sesat.

Dalam suratnya kepada jemaat Korintus Paulus mengingatkan: “Oleh Injil itu kamu diselamatkan, asal kamu teguh berpegang padanya, seperti yang telah kuberitakan kepadamu--kecuali kalau kamu telah sia-sia saja menjadi percaya” (1 Kor. 15:2). Paulus mengingatkan jemaat itu karena banyak di antara mereka yang sudah melupakan dan tidak mempercayai kematian dan kebangkitan Yesus. Inilah buktinya: “Jadi, bilamana kami beritakan, bahwa Kristus dibangkitkan dari antara orang mati, bagaimana mungkin ada di antara kamu yang mengatakan, bahwa tidak ada kebangkitan orang mati?” (1 Kor. 15:12). Pergaulan yang buruk, yaitu berkomromi dengan pengajaran kafir telah merusak pemahaman jemaat Korintus mengenai kematian dan kebangkitan (1 Kor. 15:33). Jemaat itu sangat lemah secara doktrin! Inilah salah satu alasan mengapa Paulus menuliskan surat kepada jemaat Korintus.

Hal yang sama juga terjadi kepada jemaat Galatia. Paulus mengatakan: “Aku heran, bahwa kamu begitu lekas berbalik dari pada Dia, yang oleh kasih karunia Kristus telah memanggil kamu, dan mengikuti suatu injil lain, yang sebenarnya bukan Injil. Hanya ada orang yang mengacaukan kamu dan yang bermaksud untuk memutarbalikkan Injil Kristus” (Gal. 1:6-7). Rupa-rupanya jemaat ini juga telah disesatkan orang-orang tertentu dengan memutarbalikkan makna Injil sejati. Ini membuktikan betapa hebat kuasa penyesatan itu dan betapa doktrin tentang kematian dan kebangkitan Yesus di dalam jemaat itu. Dapat dibayangkan kemampuan para penyesat ini untuk menyesatkan. Selagi rasul Paulus masih hidup dan mengawasi jemaat-jemaat yang dirintisnya, khususnya jemaat Galatia, ternyata penyesatan telah berhasil menghancurkan dasar keimanan nmereka. Bagaimana pula dengan jemaat-jemaat zaman sekarang?

Itulah alasannya mengapa doktrin sangat penting. Kematian dan kebangkitan Yesus sebagai doktrin secara panjang lebar dan mendalam diuraikan oleh Paulus dalam suratnya kepada jemaat Roma. Oleh sebab itu gereja sepanjang zaman harus senantiasa mempelajari kitab Roma untuk mengokohkan dan memagari jemaat dengan doktrin supaya dapat bertahan dari serangan angin pengajaran yang sangat ganas. Sayang, banyak gereja yang tidak perduli dengan doktrin. Mereka lebih cenderung dan gandrung pada pengalaman-pengalaman spiritual yang fenomenal. Baahkan banyak gereja yang alergi dan a priori jika berbicara doktrin. Gereja seperti ini tidak akan kuat dan kokoh dalam menghadapi berbagai hembusan angin pengajaran yang menyesesatkan. Tanpa doktrin, sejak awal sebuah gereja sudah hancur!

Kitab Roma adalah kitab yang menyajikan doktrin yang sangat penting bagi gereja. Sebagian besar kitab ini berisi doktrin, khususnya doktrin tentang kematian dan kebangkitan Yesus. Paulus menulis: “Atau tidak tahukah kamu, bahwa kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis dalam kematian-Nya? Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru. Sebab jika kita telah menjadi satu dengan apa yang sama dengan kematian-Nya, kita juga akan menjadi satu dengan apa yang sama dengan kebangkitan-Nya” (Rom. 6:3-5).

Perhatikan baik-baik. Paulus membuat sebuah argumentasi tentang makna kematian dan kebangkitan Yesus Kristus sebagai doktrin. Kata kunci adalah: “mati dan bangkit.” Kematian Yesus adalah sebuah pola (pattern). Semua orang percaya mengikuti pola ini. Semua orang percaya pada dasarnya sudah mati dan bangkit bersama Yesus. Arti mati dan bangkit bukan secara pisik atau jasmani melainkan rohani. Dengan kata lain, kematian dan kebangkitan orang percyaa adalah identifikasi kematian dan kebangkitan Yesus. Ketika kita percaya, maka kenyataan rohani ini menjadi bagian kita. Melalui iman, kita bisa mengerti dan melihat bahwa sebenarnya kita sudah mati bersama Yesus. Sedangkan tujuannya adalah: “Karena kita tahu, bahwa manusia lama kita telah turut disalibkan, supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya, agar jangan kita menghambakan diri lagi kepada dosa. Sebab siapa yang telah mati, ia telah bebas dari dosa” (Rom. 6:6-7).

Ayat ini menjelaskan ketika Yesus disalib, manusia lama orang percaya juga turut tersalib. Di salib itu tubuh dosa (manusia lama) kita mengalami kematiannya. Dengan matinya manusia lama, maka dosa juga mati dan kehilangan kuasanya atas hidup orang percaya. Setelah memahami dan mengalami fakta kematian Yesus, orang-orang percaya tidak perlu menghambakan diri kepada dosa. Bagaimana mungkin menghamba kepada dosa? Bukankah mereka sudah mati? Orang yang sudah mati tidak lagi meresponi dosa. Demikianlah arti pentingnya doktrin kematian atau penyaliban Yesus. Ketika doktrin penyaliban ini dipahami maka orang percaya tidak perlu tergoda untuk mengikuti doktrin sesat yang diajarkan oleh guru-guru palsu yang gentayangan di sekitar kita.

Selanjutnya Paulus menuliskan: “Jadi jika kita telah mati dengan Kristus, kita percaya, bahwa kita akan hidup juga dengan Dia.Karena kita tahu, bahwa Kristus, sesudah Ia bangkit dari antara orang mati, tidak mati lagi: maut tidak berkuasa lagi atas Dia” (Rom. 8:9). Kebangkitan Yesus juga dijadikan sebagai doktrin satu paket dengan kematian-Nya . Sama halnya dengan kematian-Nya, Kebangkitan Yesus juga merupakan pola. Kebangkitan orang-orang percaya adalah identifikasi kebangkitan Yesus. Sebagaimana Kristus telah bangkit, semua orang percaya juga bangkit bersama Dia secara rohani yang kelak diikuti kebangkitan tubuh. Meskipun suatu saat orang percaya mati, tetapi sifatnya hanya sementara saja karena tiba saatnya orang percaya yang mati akan bangkit dari kubur dan menerima tubuh yang baru yaitu tubuh kebangkitan.
Tubuh ini tidak akan pernah mati lagi. Doktrin kematian dan kebangkitan dilambangkan oleh baptisan air. Baptisan air adalah prosesi ritual yang menggambarkan makna kematian dan kebangkitan Yesus. Dalam baptisan air, saat seseorang dibenamkan ke dalam air, itu menggambarkan kematian (penguburan) dan keluarnya orang itu dari air adalah gambaran dari kebangkitan. Oleh sebab itu ritual baptisan selam lebih tepat menggambarkan kematian dan kebangkitan dari pada bentuk baptisan lain.

Kematian dan kebangkitan Yesus sebagai doktrin sangat penting bagi jemaat. Dengan memahami dan menyadari pentingnya doktrin ini, maka setiap orang percaya akan mengakar di dalamnya sehingga tidak gampang digoyang oleh pengajaran sesat. Semua pengajaran sesat akan layu dan tidak berkutik ketika orang percaya berdiri kokoh dalam doktrin ini. Tidak ada penulis Alkitab perjanjian baru yang menulis doktrin kematian dan kebangkitan Yesus selain rasul Paulus. Oleh sebab itu gereja tidak boleh lalai untuk mengajarkan doktrin yang sangat penting ini kepada seluruh anggota jemaat. Kokoh tidaknya keimanan jemaat tergantung apakah gereja lokal mengajar doktrin Alkitab dengan benar. Angin pengajaran yang palsu tidak akan mampu menghancurkan keimanan orang percaya yang telah berakar kuat dalam doktrin ini.

SEBAGAI GAYA HIDUP
Dimensi keempat dari makna kematian dan kebangkitan Yesus adalah sebagai gaya hidup (lifestyle). Kematian dan kebangkitan Yesus harus senantiasa diaktualisasi dalam hidup sehari-hari. Paulus menulis: “Kami senantiasa membawa kematian Yesus di dalam tubuh kami, supaya kehidupan Yesus juga menjadi nyata di dalam tubuh kami” (2 Kor. 4:10). Kata “senantiasa” menjadi jaminan kehidupan Yesus nyata dalam hidup orang-orang percaya. Sering sekali orang percaya lupa untuk senantiasa membawa kematian Yesus dalam tubuh mereka sehingga gagal menjadi serupa dengan gambar Yesus. Perhatikan kata-kata “membawa kematian dalam tubuh.” Dalam bahasa Inggris ditulis: “always carrying about in the body the dying...” (KJV). Artinya Paulus senantiasa membawa kematian Yesus dalam tubuhnya.

Untuk memahami lebih jauh ada baiknya merenungkan firman Tuhan ini:

“Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam aku sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik. Sebab kehendak memang ada di dalam aku, tetapi bukan hal berbuat apa yang baik. Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat. Jadi jika aku berbuat apa yang tidak aku kehendaki, maka bukan lagi aku yang memperbuatnya, tetapi dosa yang diam di dalam aku. Demikianlah aku dapati hukum ini: jika aku menghendaki berbuat apa yang baik, yang jahat itu ada padaku. Sebab di dalam batinku aku suka akan hukum Allah, tetapi di dalam anggota-anggota tubuhku aku melihat hukum lain yang berjuang melawan hukum akal budiku dan membuat aku menjadi tawanan hukum dosa yang ada di dalam anggota-anggota tubuhku. Aku, manusia celaka! Siapakah yang akan melepaskan aku dari tubuh maut ini? Syukur kepada Allah! oleh Yesus Kristus, Tuhan kita. Jadi dengan akal budiku aku melayani hukum Allah, tetapi dengan tubuh insaniku aku melayani hukum dosa” (Rom. 7:15-25).

Firman Tuhan di atas jelas dan mudah dimengerti. Ayat-ayat tersebut memberitahu kepada kita bahwa Rasul Paulus juga mengalami kesulitan dalam menghadapi keinginan berdosa yang masih melekat pada tubuhnya. Oleh sebab itu dia menjerit bagaimana cara melepaskan diri dari tubuh dosanya. Tetapi akhirnya dia menemukan jawabannya. Hanya Yesus Kristuslah yang sanggup melepaskannya dari tubuh dosanya. Dia mengerti rahasia hidup berkemenngan atas keinginan daging atau tubuhnya. Rahasianya adalah Yesus Kristus yang mati dan bangkit. Pengalaman kebenaran inilah yang mendorong Paulus untuk menuliskannya kembali kepada jemaat Korintus. Demikian juga orang-orang percaya masa kini. Mereka akan berkemenangan jika kematian dan kebangkitan Yesus diterapkan dan menjadi gaya hidup:“Kami senantiasa membawa kematian Yesus di dalam tubuh kami, supaya kehidupan Yesus juga menjadi nyata di dalam tubuh kami” (2 Kor. 4:10). Tidak ada jalan lain.

WARNING

Why. 1:17-18
Ketika aku melihat Dia, tersungkurlah aku di depan kaki-Nya sama seperti orang yang mati; tetapi Ia meletakkan tangan kanan-Nya di atasku, lalu berkata: "Jangan takut! Aku adalah Yang Awal dan Yang Akhir, dan Yang Hidup. Aku telah mati, namun lihatlah, Aku hidup, sampai selama-lamanya dan Aku memegang segala kunci maut dan kerajaan maut (to be continued...).

0 komentar:

Post a Comment