Pages

Monday, November 18, 2013

SOLUSI DOSA (10): I M A N

Semua orang pernah berbicara tentang iman, bahkan mengaku beriman. Tetapi, apakah semua orang mengerti iman? Tunggu dulu. Mengaku beriman belum tentu memiliki iman. Orang yang mengaku beriman tetapi tidak didasarkan pada perkataan Tuhan hanyalah pengakuan subyektif dan fanatisme. Banyak orang terjebak pada fanatisme dengan mempercayai apa yang tidak patut dipercaya. Kepercayaan yang didasarkan pada perasaan, pikiran, perkataan manusia, bahkan data-data empiris dan penglihatan manusia bukanlah iman. Iman yang benar tidak lahir dari pemahaman dan pengalaman manusia melainkan secara obyektif didasarkan pada perkataan Tuhan. Iman jauh melampaui sumber (source) yang dimiliki manusia. Iman bukanlah antrophocentris melainkan Godcentris.

Apakah iman? Simaklah apa yang dimaksud firman Tuhan dengan iman. Firman Tuhan: “Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat” (Ibr. 11:1).

Menurut ayat ini ada dua komponen penting iman, pertama; “dasar” dan kedua; “bukti.” Pertama, sebagai “dasar.” Iman itu punya dasar atau fondasi yaitu firman Tuhan. Iman bersifat obyektif, tidak subyektif. Dengan sangat tegas Paulus mengatakan: “Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus” (Rom. 10:17). Firman Kristuslah dasar atau fondasi iman sejati, bukan yang lain. Firman adalah perkataan Kristus (yang diurapi). Dengan kata lain, firman itu adalah perkataan yang dillhamkan (diurapi) Allah (2 Tim. 3:16). Alkitab, perjanjian lama maupun perjanjian baru, adalah tulisan yang diilhamkan Allah. Oleh sebab itu hanya Alkitablah satu-satunya sumber iman. Dari mendengar firman Kristus yaitu Alkitab, IMAN pasti timbul. Pengharapan bersumber dari iman, pengharapan yang tidak akan pernah meleset. Pengharapan yang lahir dari iman bukan pengharapan kosong melainkan sebuah kepastian yang tidak mengecewakan orang yang memilkinya (Rom. 5:5).

Kedua, sebagai “bukti.” Iman yang sejati pasti disertai bukti. Itu sebabnya dikatakan di atas, iman menimbulkan pengharapan yang pasti. Pengharapan adalah pengetahuan bahwa apa yang diharapkan pasti terbukti. Meskipun belum melihat realitas (bukti) secara kasat mata, seorang beriman tahu bahwa pasti ada realitas (bukti) dari imannya. Iman itu mampu melihat bukti sebelum bukti itu direalisasikan. Jadi, iman selalu ada realisasi (bukti). Seseorang yang tidak mempunyai iman menuntut bukti yang bisa disaksikan oleh matanya sendiri. Tetapi orang yang beriman, mata hatinya sudah melihat bukti lebih dulu yang diikuti bukti empiris (mata). Simaklah apa yang dikatakan oleh Yesus: “Karena itu Aku berkata kepadamu: apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu” (Mark. 11:24).

Jadi sudah jelas apa itu iman. Iman yang benar selalu didasarkan pada dua komponen penting tersebut. Dengan demikian, pengertian iman yang benar menolak semua bangunan teori iman yang didasarkan pada pengertian dan pengalaman manusia. Berfikir sugestif, praktek dan proses mental, asah intuisi, indra keenam, dan sejenisnya bukanlah iman. Semua itu hanyalah imitasi iman yang manipulatif dan menyesatkan sehingga tidak layak dijadikan dasar iman. Tetapi berapa kerap orang mengartikan iman seperti itu? Berapa banyak orang berpegang pada perasaan dan pikiran sunyektif dan meyakininya sebagai iman? Berapa juta orang telah mati dengan berpegang pada kesesatan seperti itu? Apakah iman seperti itu dapat menjangkau Allah? Mustahil! Akhir hidup dari orang yang berpegang pada iman yang salah adalah sangat mengerikan karena iman semacam itu tidak pernah membawa manusia kepada Allah.

Oleh sebab itu iman yang benar menjadi syarat mutlak seseorang diterima Tuhan. Iman yang bersumber pada kebenaran yaitu firman Kristus. Iman yang demikian pasti menyelamatkan dan mengantar seseorang tiba di kekekalan kerajaan Allah. Itulah iman yang bersifat Godcentris, iman yang berasal dari Tuhan. Karena bersumber dari Allah, maka iman itu juga anugerah dan mustahil diupayakan manusia. Ketika seseorang memiliki iman yang benar, itu berarti Allahlah yang menganugerahkan kepadanya. Sebagai anugerah, timbulnya iman selalu diawali dari mendengar firman Kristus. Ketika seseorang mendengar firman Kristus dan hatinya terbuka untuk menerima firman itu, maka anugerah Allah sedang terimpartasi bagi orang itu. Jadi terjadinya iman bukan seperti sulap, alakazam dan bim salabim.

Iman sebagai anugerah seperti itulah yang harus dimiliki seseorang untuk menerima keselamatan ketika rasul Yohanes menuliskan Injilnya yaitu: “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang PERCAYA kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yoh. 3:16). Sangat tepatlah jika dikatakan bahwa keselamatan itu ANUGERAH. Dikatakan anugerah karena tidak seorang pun mampu mengupayakan keselamatan. Perbuatan dan amal baik, capaian kekudusan dan kesucian dengan berbagai cara, memberi harta benda kepada orang miskin, menyiksa diri dan sebagainya bukanlah jalan keselamatan. Hanya IMANlah yang ditentukan Allah sebagai saluran ANUGERAH keselamatan. Dan ayat yang baru dikutip di atas adalah bernafaskan (nyawa; roh) ANUGERAH Alllah.

Mari kita elaborasi lebih jauh. Pertama, kata “karena begitu besar KASIH Allah...” Keselamatan terjadi karena KASIH Allah, bukan upaya manusia! Tanpa KASIH Allah mustahil ada keselamatan. Kasih Allah itu tidak abstrak tetapi konkret. Sebesar apa kasih Allah? Jawabnya, sebesar Allah! Sebesar apa Allah? Unlimited! Oleh sebab itu Yohanes menuliskan “karena begitu besar”, karena tidak ada kata yang mampu menjelaskannya. Tetapi Yohanes tidak membiarkan pembacanya menafsirkan sendiri KASIH Allah yang tidak terbatas itu. Maka selanjutnya dia menulis “sehingga Ia mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal...” Kedua, kata “mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal” adalah pengertian dan penafsiran sah seberapa besar kasih Allah itu. Dengan kata lain, wujud kasih Allah yang tidak terbatas itu adalah pengaruniaan Anak-Nya yang tunggal yaitu Yesus Kristus mati di kayu salib untuk menebus dosa-dosa manusia. Tanpa Kristus tidak ada kasih karunia.

Mengapa Allah harus mengaruniakan Anaknya untuk menebus dosa? Pada tulisan-tulisan yang lalu jawaban atas pertanyaan ini sudah diuraikan secara panjang lebar. Tetapi secara singkat pertanyaan ini perlu dijawab kembali. Allah mengaruniakan Anak-Nya mati di salib untuk menyelesaikan problem dosa karena manusia tidak mungkin bisa menyelesaikan dosa-dosanya. Manusia butuh figur di luar dirinya untuk menyelesaikan dosa-dosanya (Bacalah: dosa dalam skenario). Jika manusia bisa mengatasi dan menyelesaikan dosa-dosanya sendiri, maka Allah tidak perlu mengutus Anak-Nya ke dunia ini. Tetapi kenyataannya semua manusia telah ditawan dan diperbudak dosa tanpa mampu melepaskan diri. Penguasaan dosa atas manusia adalah mutlak!

Ketiga, kalimat “supaya setiap orang yang percaya kepadanya tidak BINASA, melainkan beroleh hidup yang kekal.” Kata kunci pada kalimat ini adalah “PERCAYA” atau “IMAN.” Hanya IMANlah sarana satu-satunya untuk mengalirkan keselamatan yang disediakan Allah. Apa yang sudah dilakukan oleh Yesus Kristus di kayu salib hanya bermakna bagi seseorang jika orang itu punya iman. Sementara itu, sebagaimana dijelaskan di atas, iman hanya mungkin dimiliki jika manusia mendengar firman Kristus. Oleh sebab itu fakta kematian Yesus di kayu salib harus senantiasa diberitakan karena hanya dengan cara inilah seseorang dimungkinkan miliki iman dan percaya kepada-Nya. Melalui iman, kasih Allah yang tidak terbatas dan menyelamatkan dialirkan kepada barangsiapa yang percaya. Perhatikan, iman yang mengalirkan keselamatan tidak hanya membuat seseorang TIDAK BINASA tetapi juga BEROLEH HIDUP KEKAL. Puji syukur kepada Tuhan!

Jadi kekristenan bukanlah AGAMA yang menuntut seseorang membangun keselamatannya sendiri dengan bermacam-macam argumentasi dan mengikuti prosesi ibadah, sakramen, dan ritual tertentu. Bukan sama sekali! Kekristenan menyatakan keselamatan melalui iman semata, iman kepada kasih Allah yang sudah dinyatakan di dalam Yesus. Keselamatan telah diwujudkan dan beritanya sudah disampaikan ke seluruh penjuru dunia. Sekarang tinggal apakah ada orang yang percaya atau tidak terhadap pemberitaan itu. Orang yang ditentukan Allah untuk diselamatkan pasti merespons dan menerima pemberitaan itu tetapi mereka yang tidak ditentukan dipilih akan menolak dan mengalami kebinasaan. Siapa yang dipilih atau tidak dipilih hanya Tuhan sajalah yang tahu, manusia tidak. Tugas dan kewajiban orang percaya adalah memberitakan keselamatan itu dengan kasih. Harus diingat nubuat eskatologis Daniel ketika ia menuliskan: “Dan banyak dari antara orang-orang yang telah tidur di dalam debu tanah, akan bangun, sebagian untuk mendapat hidup yang kekal, sebagian untuk mengalami kehinaan dan kengerian yang kekal. Dan orang-orang bijaksana akan bercahaya seperti cahaya cakrawala, dan yang telah menuntun banyak orang kepada kebenaran seperti bintang-bintang, tetap untuk selama-lamanya” (Daniel 12:2-3).

Sebagai orang percaya, Anda dan saya, adalah orang-orang bijaksana yang bercahaya seperti cahaya cakrawala yang akan menuntun banyak orang kepada keselamatan yang sudah disediakan Allah. Orang-orang bijaksana tidak akan menyembunyikan berita keselamatan ini melainkan dengan tulus dan penuh kasih bersedia memberitahukan kepada orang-orang lain yang belum pernah mendengar berita keselamatan ini. Anda dan saya akan memperoleh upahnya....

WARNING

Rom. 10:13-15
Sebab, barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan.(Tetapi bagaimana mereka dapat berseru kepada-Nya, jika mereka tidak percaya kepada Dia? Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia. Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakan-Nya?Dan bagaimana mereka dapat memberitakan-Nya, jika mereka tidak diutus? Seperti ada tertulis: "Betapa indahnya kedatangan mereka yang membawa kabar baik!"Dan bagaimana mereka dapat memberitakan-Nya, jika mereka tidak diutus? Seperti ada tertulis: "Betapa indahnya kedatangan mereka yang membawa kabar baik!" (to be continued...)

0 komentar:

Post a Comment