“SOLUSI DOSA (6): PENGUDUSAN” (Lanjutan...)
Allah Mahakudus. Itu benar. Tetapi mengatakan Allah Mahakudus,
janganlah karena latah atau copy paste dari perkataan orang lain
melainkan berdasarkan pengenalan dan penerimaan pewahyuan (inspirasi).
Pewahyuan adalah Allah telah bertindak untuk menyatakan siapa diri-Nya.
Dan salah satu hal paling penting dari pewahyuan itu adalah
kekudusan-Nya. Topik tersebut telah dibahas secara panjang lebar.
Kekudusan Allah terlihat dalam tindakan-Nya ketika melepaskan cawat Adam
dan menggantikannya dengan cawat buatan Allah yang terbuat dari kulit
binatang. Dalam peristiwa itu kekudusan Allah telah dinyatakan. Kematian
binatang yang diambil kulitnya adalah prototipe dari pengorbanan Yesus
Kristus yang menyucikan dosa-dosa manusia, sekaligus sebagai nubuat yang
telah digenapi dua ribu tahun yang lalu ketika Yesus disalibkan.
Kekudusan Tuhan juga terlihat dengan jelas dalam perintah hukum Taurat
dan prosesi ibadah umat Israel di Bait Suci Musa menurut imamat Lewi.
Baik perintah hukum Taurat maupun prosesi ibadah, MUTLAK harus didekati
berdasarkan kekudusan umat-Nya. Sebelum beribadah mereka harus
dikuduskan lebih dulu. Demikian juga seorang imam harus dikuduskan lebih
dahulu sebelum melakukan tugas keimamannya. Jika aturan ini dilanggar
maka akibatnya fatal yaitu kematian baik jemaat maupun imam tersebut.
Karakter dan atribut Allah yang paling ditakuti oleh umat Israel adalah
kekudusan-Nya. Oleh sebab itu bangsa itu menyebut Allah dengan nama
YAHWE. Tidak ada kompromi dan toleransi bagi mereka yang tidak
mengindahkan arti kekudusan Allah. Kita diingatkan oleh dua orang putera
imam besar Harun, Nadab dan Abihu, yang mati disambar api Tuhan karena
tidak mengindahkan kekudusan-Nya ketika mereka melaksanakan tugas
keimaman.
Alkitab mencatatkan ceritanya sebagai berikut:
Kemudian anak-anak Harun, Nadab dan Abihu, masing-masing mengambil
perbaraannya, membubuh api ke dalamnya serta menaruh ukupan di atas api
itu. Dengan demikian mereka mempersembahkan ke hadapan TUHAN api yang
asing yang tidak diperintahkan-Nya kepada mereka. Maka keluarlah api
dari hadapan TUHAN, lalu menghanguskan keduanya, sehingga mati di
hadapan TUHAN.Berkatalah Musa kepada Harun: "Inilah yang difirmankan
TUHAN: Kepada orang yang karib kepada-Ku Kunyatakan kekudusan-Ku, dan di
muka seluruh bangsa itu akan Kuperlihatkan kemuliaan-Ku." Dan Harun
berdiam diri (Imamat 10:1-3).
Reaktivitas dan murka Allah yang
mengerikan tampak dalam cerita di atas. Sebuah reaksi yang lahir dari
kekudusan-Nya yang tidak bisa dipandang rendah dan dilecehkan umat-Nya
atau siapapun. Mungkin secara manusia kesalahan mereka sangat sepele
yaitu mempersembahkan “api asing” di hadapan Tuhan. Bagi Tuhan perbuatan
kedua orang anak Harun tersebut adalah masalah yang sangat serius dan
fatal karena mereka telah menyerang kekudusan-Nya. Bandingkanlah antara
kekudusan dengan kebenaran Allah dari perspektif resiko. Ada banyak dosa
serius, seperti perzinahan, yang sering dilakukan oleh umat-Nya tetapi
murka Allah tidak turun seketika. Namun reaktivitas dan murka Tuhan
akan terjadi seketika dan langsung jika bangsa itu beserta para imam
melanggar kekudusan-Nya. Kematian tragis Nadab dan Abihu adalah contoh.
Oleh sebab itu Allah berfirman: “Berbicaralah kepada segenap jemaah
Israel dan katakan kepada mereka: Kuduslah kamu, sebab Aku, TUHAN,
Allahmu, kudus” (Imamat 19:2). Seruan yang sama masih tetap berlaku
sampai sekarang. Setiap orang yang mengatakan dirinya beribadah kepada
Allah yang Mahakudus, haruslah memperhatikan kekudusannya. Tetapi
anehnya, kekudusan itu tidak pernah bisa dikerjakan oleh tangan manusia.
Sebagaimana umat Israel yang dikuduskan melalui penyembelihan hewan
korban yang dikhususkan untuk itu demikian juga pengudusan bagi setiap
orang percaya masa kini. Allah telah menyediakannya di dalam Yesus.
Allah hanya akan menerima oranglah dikuduskan darah Yesus, di luar itu
pasti ditolak.
Mungkin ada orang yang bertanya, mengapa
keadaan seperti dulu tidak terjadi lagi pada masa kini? Bukankah banyak
orang yang dosanya belum diampuni berani “datang” di hadapan Tuhan?
Dengan kata lain, mengapa dosa-dosa serius yang dilakukan manusia masa
kini tidak diganjar dengan murka yang menyala-nyala? Apakah Allah sudah
menurunkan standar kekudusan-Nya sehingga reaktivitas dan murka-Nya
hilang? Tentu jawabnya tidak! Pada masa perjanjian lama reaktivitas dan
murka Tuhan akan reda dan hilang ketika umat dan hamba-hamba-Nya
dikuduskan lebih dahulu sebelum beribadah dan melayani di bait Suci. Di
sanalah hewan-hewan yang dikorbankan berperan. Melalui pemercikan darah
hewan-hewan itu dosa mereka diampuni dan dikuduskan sehingga murka dan
amarah Tuhan yang Mahahebat itu tidak membunuh mereka. Bukan hanya itu,
darah hewan yang dikorbankan menjadi jaminan semua umat diterima di
hadirat-Nya.
Semua itu menggambarkan dan merupakan bayangan
karya Yesus sebagai Anak Domba Allah yang dikorbankan untuk menghapus
dosa-dosa manusia. Darah-Nya menyucikan secara sempurna dosa orang-orang
yang percaya kepada-Nya. Itulah satu-satunya cara pengudusan yang
disediakan Tuhan. Oleh sebab itu reaktivitas dan murka Allah yang
menyala-nyala diredakan, bahkan hilang, atas setiap orang yang
dikuduskan darah-Nya. Hal itu telah digenapi secara sempurna dalam diri
Yesus Kristus. Wahyu sudah genap. Dengan demikian wahyu telah sempurna.
Di luar Yesus Kristus sebagai wahyu dan imamat Allah yang terakhir dan
sempurna adalah kebohongan iblis. Iblislah yang telah memberi “hikmat”
menggunakan cawat daun ara untuk menutupi ketelanjangan mereka ganti
cawat kulit binatang. Iblis pulalah yang menebar kebohongan dengan
berkata dosa manusia bisa dihapus oleh agama dan perbuatan baik ganti
korban Yesus yang tersalib. Dan kebohongan itu terus berlanjut hingga
kiamat tiba.
Renungkanlah firman Tuhan ini: “...tanpa
penumpahan darah tidak ada pengampunan” (Ibr. 9:22). Jika demikian,
bagaimana mungkin manusia bisa diampuni dan dikuduskan dari segala
dosanya jika tidak ada korban untuk itu? Apabila seseorang berdoa: “Ya,
Allah...ampunilah dosa-dosaku...” Apa jaminan bahwa Allah menghapus
dosa-dosa orang tersebut? Apakah kata-kata manusia yang disampaikan
dengan indah bisa memberi kelegaan karena Allah sudah dipastikan memberi
ampunan-Nya? Jawabnya TIDAK. Allah hanya akan mengampuni dosa-dosa
apabila seseorang dengan iman datang menghampiri tahta kasih karunia
Allah yaitu Yesus yang tersalib. Tanpa penumpahan darah Yesus, tidak ada
pengampunan. Dan salah satu arti pengampunan itu adalah pengudusan.
Pengudusan yang disingkapkan Allah melalui karya Yesus Kristus
menyatakan tidak ada kemungkinan bagi manusia untuk menguduskan dirinya
sendiri. Di kalangan orang percaya telah terjadi perdebatan sengit
mengenai topik ini. Sebagian mengatakan bahwa Allah hanya menerima orang
yang menguduskan dirinya sendiri. Mereka berdalih dengan ayat in.
sebab ada tertulis: “Kuduslah kamu, sebab Aku kudus” (1 Pet. 1:16).
Menurut mereka orang percaya yang tidak menguduskan dirinya tidak akan
diterima oleh Allah. Jika orang itu mati, maka neraka menjadi tempatnya
yang pasti. Pemikiran seperti itu dipengaruh konsep agama sebagaimana
telah dijelaskan secara panjang lebar dalam tulisan ini. Mereka tidak
menyadari bahwa tuntutanTuhan akan kekudusan adalah mutlak dan sempurna
bagi setiap orang yang ingin diterima Allah.Dengan kata lain, kekudusan
yang diterima Allah harus sesuai dengan standar Allah sendiri. Kurang
dari itu mustahil diterima!
Tetapi, siapakah di antara manusia
yang sanggup membangun kekudusan yang memenuhi standar Allah yang tiada
terbatas itu? Mampukah manusia membangun kekudusan setara dengan
kekudusan Allah? Bisakah manusia membangun kekudusan sampai ke langit?
Harap diingat kembali, kematian Nadab dan Abihu yang mati hangus
terbakar disambar api Tuhan tampaknya disebabkan dosa kecil dan sepele.
Padahal sejatinya dosa mereka sangat berat karena tidak memenuhi standar
kekudusan Allah. Demikian sempurnanya kekudusan dan tuntutan Tuhan
itu. Siapakah yang mampu memenuhinya? Allah tidak akan pernah
menurunkan standar kekudusan-Nya sedikit pun sehingga setiap orang
memiliki kemampuan dan kemungkinan dapat mencapai kekudusan-Nya. Berapa
banyak pendeta yang mengajarkan hal tersebut? Mereka mengajarkan supaya
orang percaya berusaha membangun kekudusan dan menjadikannya sebagai
dasar penerimaan Tuhan. Pengajaran seperti itu adalah sesat dan
melahirkan kemunafikan! Mereka sadar tidak akan mampu mencapai kekudusan
Allah tetapi tetap melakukannya. Bukankah itu kemunafikan?
Berhentilah membangun kekudusan. Terimalah kekudusan yang telah dibuat
dan disediakan oleh Allah di dalam Yesus Kristus. Terimalah dengan IMAN.
Hanya Yesus Kristus sajalah yang sanggup memenuhi tuntutan kekudusan
Allah. Perbuatan dan amal baik manusia adalah gombal di hadapan Tuhan.
Yesaya mengatakan: “Demikianlah kami sekalian seperti seorang najis dan
segala kesalehan kami seperti kain kotor; kami sekalian menjadi layu
seperti daun dan kami lenyap oleh kejahatan kami seperti daun
dilenyapkan oleh angin” (Yes. 64:6). Dengan IMAN kekudusan dan
penerimaan Tuhan menjadi nyata. Jangan terjebak dengan konsep agama.
Tinggalkan cara itu dan berlarilah ke tahta kasih karunianya selagi
masih tersedia wakti bagi kita. Jika Anda dan saya sudah mati, tidak
akan ada kesempatan kedua.
Anda dan saya tidak bisa
mempersembahkan kain kotor kepada Tuhan. Pencapaian Anda dan saya akan
kekudusan adalah gombal. Hanya kekudusan Yesus yang memenuhi standar
kecemerlangan kekudusan Allah. Dengan mempercayai Yesus maka kekudusan
Allah dianugerahkan sehingga kekudusan setiap orang percaya mencapai
standar kekudusan Tuhan. Jangan melecehkan Tuhan dengan mempersembahkan
kehidupan yang telah cemar dan najis dengan berfikir perbuatan dan amal
baiknya akan diterima Allah. Jika orang percaya pun mustahil mencapai
standar kekudusan Tuhan, bagaimana lagi mereka yang tidak percaya?
Firman Tuhan: “Bagi orang najis dan bagi orang tidak beriman suatupun
tidak ada yang suci, karena baik akal maupun suara hati mereka najis”
(Tit. 1:15). Tegakah Anda mempersembahkan kenajisan di hadapan Tuhan
oleh ketiadaan iman? BUAT SAUDARAKU YANG KEKASIH DALAM YESUS KRISTUS,
SELAMAT PASKAH 2013.
WARNING
Ibr. 9:13-14
Sebab,
jika darah domba jantan dan darah lembu jantan dan percikan abu lembu
muda menguduskan mereka yang najis, sehingga mereka disucikan secara
lahiriah, betapa lebihnya darah Kristus, yang oleh Roh yang kekal telah
mempersembahkan diri-Nya sendiri kepada Allah sebagai persembahan yang
tak bercacat, akan menyucikan hati nurani kita dari perbuatan-perbuatan
yang sia-sia, supaya kita dapat beribadah kepada Allah yang hidup (to be
continued...).
0 komentar:
Post a Comment