Pages

Monday, November 18, 2013

“SOLUSI DOSA (5): PENGUDUSAN”

“SOLUSI DOSA (5): PENGUDUSAN”
Di samping Mahabenar sebagaimana telah dibahas dalam tulisan yang lalu, atribut Allah yang lain adalah Mahakudus. Kekudusan Allah sama mutlak dengan kebenaran-Nya. Kekudusan, kebenaran, kekuasaan, kasih dan berbagai atribut Allah lainnya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan menjadi sifat atau karakter Allah yang utama. Selain ketidak-benaran, dosa juga mengakibatkan ketidak- kudusan manusia. Oleh karena dosa, manusia menjadi najis dan cemar. Kenajisan dan kecemaran membuat manusia terpisah dari Allah yang Mahakudus secara mutlak. Antara yang najis dan kudus mustahil bersatu. Oleh sebab itu Allah pasti menolak semua orang yang tidak kudus. Dan cerita ketidak-kudusan manusia juga diawali dari kejatuhan Adam dan Hawa ke dalam dosa.

Ketika Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa, mereka sadar dirinya telah cemar. Kesadaran ini membuat mereka harus bersembunyi dari kehadiran Allah yang biasa mereka alami di taman itu. Alkitab menuliskan: “Maka terbukalah mata mereka berdua dan mereka tahu, bahwa mereka telanjang; lalu mereka menyemat daun pohon ara dan membuat cawat.Ketika mereka mendengar bunyi langkah TUHAN Allah, yang berjalan-jalan dalam taman itu pada waktu hari sejuk, bersembunyilah manusia dan isterinya itu terhadap TUHAN Allah di antara pohon-pohonan dalam taman. Tetapi TUHAN Allah memanggil manusia itu dan berfirman kepadanya: "Di manakah engkau?" Ia menjawab: "Ketika aku mendengar, bahwa Engkau ada dalam taman ini, aku menjadi takut, karena aku telanjang; sebab itu aku bersembunyi." (Kej. 3:7-10).

Ada dua pokok pikiran penting dalam firman Tuhan di atas. Pertama, kalimat yang berbunyi: “terbukalah mata mereka berdua dan mereka tahu, bahwa mereka telanjang; lalu mereka menyemat daun pohon ara dan membuat cawat.” Kata “tahu” dalam ayat tersebut adalah sebuah kesadaran mendapati diri mereka telanjang. Kesadaran ini memaksa mereka melakukan sesuatu. Disebutkan, mereka membuat cawat dari daun pohon ara dan memakainya. Sebuah usaha yang logis dan masuk akal. Meskipun terlihat sangat alamiah tetapi jelas apa maksudnya. Mereka berusaha menutupi dosa, kenajisan dan kecemaran mereka dengan melakukan sesuatu yang menurut pandangan mereka baik.

LAHIRNYA AGAMA
Pada peristiwa inilah pertama sekali konsep agama diperkenalkan. Tindakan mereka mengindikasikan eksistensi agama. Berusaha menutupi dosa dan kenajisan adalah konsep agama. Dengan kata lain mereka menggunakan agama yaitu cawat daun ara supaya kelihatan kudus. Untuk sementara kelihatannya cawat itu bisa menutupi aurat dan “memberikan” kekudusan sehingga tampak baik. Bukankah agama mengajarkan kebaikan untuk menutupi dosa? Manusia menggunakan agama supaya mereka kelihatan baik. Padahal perbuatan baik tidak mungkin menciptakan kekudusan manusia. Mereka berharap semoga Allah tidak melihat aurat yaitu dosa mereka dengan perbuatan baik. Maka tidak mengherankan jika ada orang mati, yang diingat-ingat adalah perbuatan baiknya, mudah-mudahan dengan perbuatan baiknya itu Allah menerimanya. Bukankah semua itu tampak jelas dalam peri kehidupan manusia?

Bukan saja sampai di situ. Dengan akal yang sudah cemar manusia juga membuat varian lain dari agama. Sekelompok orang berusaha menghindar dari keramaian dan bersembunyi di hutan-hutan, gua-gua, gunung-gunung, lebah-lembah bertapa untuk menyelesaikan masalah dosa. Ada pula yang menyiksa diri secara kejam untuk mematikan dosa. Semakin serius mereka melakukan, semakin mereka sadar bahwa usaha itu adalah sia-sia. Mereka tahu mereka gagal dan semakin kuat pula berusaha. Mereka bagaikan seekor hamster yang sedang berlari kencang pada bianglala. Si hamster berfikir bahwa dia sudah berlari jauh tetapi kenyataannya masih berada di tempat yang sama. Demikianlah gambaran orang yang berusaha menghindar dari dosa dan kenajisan melalui agama.

Di Korea Selatan ada seorang biksu tua. Biksu itu sangat terkenal karena kesalehan dan perbuatannya yang sangat baik. Oleh sebab itu banyak sekali orang yang mengagumi dia, bahkan sampai orang-orang yang bersal dari negara-negara lain. Kuil dimana dia menjadi biksu selalu dikunjungi orang-orang karena ingin melihatnya. Setiap hari dari hampir seluruh hidupnya dipergunakan untuk beribadah dan melatih diri supaya dosanya tidak tampak. Tampaknya dia berhasil setidaknya terlihat dari tutur kata dan sikap kudus dan terjaga dengan baik. Tetapi pada suatu kali seorang wartawan mewawancarai dia. Pertanyaannya sangat sederhana. Wartawan itu bertanya: “Dengan pencapaian Anda sebagai biksu yang sudah sangat terkenal, menjadi panutan dan dikagumi banyak orang, apakah Anda akan masuk sorga apabila Anda mati?” Dengan sangat tidak brpengharapan biksu itu menjawab sambil menggeleng kepala: “Tidak...tidak... Sampai saya ini saya menyadari tidak punya harapan itu... Saya masih jauh dan teramat jauh dari Tuhan.”

Biksu itu menghabiskan banyak waktu untuk menghilangkan dosa dan mengejar kekudusan. Dia menyadari dirinya berdosa. Tetapi sayang dia berusaha mengatasinya dengan bersembunyi di balik agama. Semakin sadar dia adalah orang najis, semakin jauh dia bersembunyi. Dia berharap tapa laku dan pikiran yang dilakukannya akan melepaskan dia dari dosa. Bagi orang-orang lain dia adalah orang suci yang sudah tiba di pintu depan sorga. Orang menyangka dialah pencari Tuhan yang berhasil, padahalsejatinya tidak.

Tidak benar bila orang berpendapat melalui agama manusia bisa mencari Tuhan. Adam dan Hawa telah membuktikan bahwa mereka tidak mencari Allah. Justru mereka bersembunyi dan menghindar. Sejatinya agama mustahil menghilangkan dosa dan kenajisan manusia. Agama bukanlah sarana mencari Allah tetapi sebagai tempat bersembunyi. Banyak orang terkecoh melihat ketekunan dan kekusyukan seseorang mengikuti agama dan berfikir orang itu sedang mencari Tuhan, padahal sesungguhnya tidak demikian. Paulus mengatakan: “Tidak ada seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang mencari Allah” (Rom. 3:11). Allahlah yang mencari orang berdosa, bukan sebaliknya.

Bagaimana respons Allah atas usaha Adam dan Hawa? Apakah Allah toleran dan menerima semua upaya yang dilakukan manusia pertama itu? Selanjutnya Alkitab menjelaskan Tuhan akhirnya melepaskan dan membuang cawat pohon daun ara yang mereka pakai. Menutupi ketelanjangan mereka dengan cawat daun tidak direkomendasi Allah. Oleh sebab itu, setelah menyatakan vonis, kemudian Allah membuat cawat baru yang sesuai kehendak-Nya. Cawat ituterbuat dari kulit binatang (Kej. 3:21). Apa yang dilakukan Allah tersebut menyatakan sebuah kebenaran yang sangat penting. Cawat buatan Allah adalah jalan penyelesaian dosa dan kenajisan, sedangkan yang dibuat oleh Adam, imitasinya, adalah tempat untuk sembunyi. Dengan kata lain, agama adalah usaha i8mitatif jalan keselamatan yang dirancang Tuhan. Usaha manusia lahir dari usaha dan hikmat manusia tetapi jalan keselamatan bersumber dari hikmat dan perbuatan Tuhan.

Untuk membuat cawat seekor binatang harus disembelih dan dikorbankan. Tuihan mengambil kulitnya untuk menutup ketelanjangan Adam dan Hawa. Ketika kulitnya diambil, tentunya darahnya tertumpah dan akhirnya binatang itu mati. Allah dalam hikmatnya telah menjadikan perstiwa tersebut menjadi sebuah kebenaran yang bersifat profetik atau nubuatan. Pengorbanan Yesus Kristus di kayu salib beberapa ribu tahun kemudian merupakan penggenapan nubuat itu. Kematian binatang itu adalah prototipe pengorbanan Yesus Kristus. Kematian-Nya merupakan wujud pengampunan Allah dan darah-Nya yang tercurah menyucikan secara mutlak dan permanen semua dosa orang percaya.

Kedua, kalimat: “Ketika aku mendengar, bahwa Engkau ada dalam taman ini, aku menjadi takut, karena aku telanjang; sebab itu aku bersembunyi" (Kej. 3:10). Ada kaitan sebab akibat antara kehadiran Allah dengan rasa takut. Kehadiran Allah di taman itu membuat Adam dan Hawa sangat malu dan ketakutan. Seharusnya mereka menyambut kedatangan Allah di taman itu dengan sukacita. Tetapi aneh, mereka justru ketakutan sehingga bersembunyi (Kej. 3:10). Ada apa gerangan? Bukankah saat itu mereka telah memakai cawat buatan sendiri dan tidak telanjang lagi? Mengapa harus takut? Jika yang mereka lakukan benar, seharusnya tidak perlu takut. Bukankah cawat yang mereka pakai cukup baik? Hal ini menunjukkan bahwa cawat buatan sendiri (agama) tidak memberi jaminan dan solusi.

Perbuatan baik manusia tidak bisa memberi rasa percaya diri (self confidence) untuk menghadap Allah. Jika ada seseorang yang merasa aman dan nyaman dengan keberagamaan mereka dan merasa percaya diri menghadap Allah yang Mahakudus, maka hal itu adalah sebuah kebohongan. Perhatikanlah. Peristiwa yang paling ditakuti oleh manusia adalah kematian karena sebentar lagi dia akan bertemu dengan Tuhan. Manusia tidak akan bisa melenyapkan ketakutannya dengan beragama! Seandainya cawat daun pohon ara yang mereka pakai mampu memberi rasa aman dan nyaman, tentunya mereka tidak perlu bersembunyi karena takut.

Inilah hukumnya: ”MANUSIA BERDOSA SESUNGGUHNYA TAKUT KEPADA TUHAN.” Agama telah dijadikan sebagai alat untuk bersembunyi bukan mencari dan menghampiri Dia. Orang yang menyadari dirinya berdosa, akan sadar pula dirinya najis dan cemar. Ada dua cara yang bisa dilakukan manusia untuk mengatasi hal itu. Pertama, datang kepada Allah dan mohon pengampunan. Kedua, melarikan diri dari hadapan Allah dan bersembunyi. Tetapi Adam dan Hawa memilih yang kedua. Cara kedua inilah yang paling banyak ditempuh manusia sepanjang sejarah. Manusia lari dan bersembunyi di balik agama (cawat daun pohon ara). Kelihatannya baik. Tetapi dari perspektif Allah menjalankan agama sama artinya dengan lari dan bersembunyi dari hadapan-Nya. Bukankah Adam melakukan hal itu? Orang bisa saja tertipu melihat ketekunan seseorang sedang mencari Tuhan padahal sesungguhnya dia sedang melarikan diri dan bersembunyi di balik sebuah agama.

Cara yang benar datang kepada Allah adalah mengakui dosa-dosanya dan menerima pengampunan yang disediakan-Nya. Sejak kejatuhan Adam secara profetik Allah sudah menyediakan cara pengampunan melalui binatang yang telah dikorbankan itu. Secara faktual dan obyektif nubuat tersebut telah digenapi dalam peristiwa kematian Yesus Kristus di kayu salib. Allah telah menyediakan pengampunan yang sempurna dan permanen yang harus diterima dengan IMAN. Tinggalkanlah cara agama dan terimalah cara iman untuk menyucikan dosa-dosa Anda. Yesus adalah Anak Domba Allah yang dikorbankan demi pengampunan dosa-dosa manusia.

BAIT SUCI: SIMBOL KEKUDUSAN ALLAH
Dalam perkembangannya, Allah terus menyatakan kekudusan-Nya. Hal itu dilakukan-Nya melalui bangsa Israel. Pengudusan dengan cara menyembelih binatang terus berlanjut. Konsep pengudusan orang berdosa dengan mengorbankan binatang terlembagakan dalam hukum Taurat. Selain mencerminkan kebenaran Allah, hukum Taurat juga mencerminkan kekudusan-Nya. Kebenaran dan kekudusan terkristal di dalam sepuluh hukum tertulis tersebut. Secara praktis orang Israel harus hidup mengamalkan kebenaran hukum Taurat. Hukum Taurat bukan saja berupa aturan-aturan tertulis, tetapi secara khusus juga mengatur cara beribadah secara praktis dan spesifik yang menunjukkan kekudusan Tuhan.

Atas kehendak Tuhan Musa naik menghadap Allah di gunung Sinai. Setelah kembali turun dia membawa dua log batu bertuliskan sepuluh hukum Taurat. Selain itu Allah juga menunjukkan sebuah pola untuk membangun Bait Suci sebagai representasi kehadiran Allah dan sekaligus menjadi tempat bangsa itu melakukan ibadahnya. Kitab Imamat secara khusus mengatur hal itu. Dalam kitab Imamat dengan jelas dituliskan semua perkara yang menyangkut Bait Suci. Pembangunan Bait Suci harus sesuai dengan pola yang ditunjukkan Allah kepada Musa. Bahan-bahan yang digunakan untuk membangun Bait Suci ditentukan oleh Allah. Hampir semua bahan terbuat dari emas yang melambangkan kemurnian dan kekudusan Allah. Ukuran-ukuran Bait Suci atau tabernakel yang hendak dibangun harus tepat dan dibuat secara detil tanpa cacat. Peralatan-peralatan ibadah ditempa sesuai dengan yang diinginkan-Nya. Dalam membangun Bait Suci, tidak boleh melenceng dari yang sudah ditetapkan Tuhan.

Selain itu Allah juga menentukan korban-korban yang digunakan untuk beribadah. Hewan-hewan yang dikorbankan tidak boleh bercacat. Untuk semua hewan yang hendak dikorbankan sudah ada aturannya. Ada korban penghapus dosa dan kesalahan, korban ucapan syukur, korban wewangian dan sebagainya yang peruntukannya sangat jelas dan spesifik. Bahkan para imam yang menyelenggarakan ibadah harus dari suku Lewi dan senatiasa lebih dulu dikuduskan sebelum melakukan tugas ibadah. Seluruh jemaat yang datang harus disucikan dengan darah korban. Sungguh ibadah dan ritual yang dipenui dengan nilai kekudusan yang tidak boleh ditawar-tawar. Akan sangat kurang waktu dan tempat untuk menjelaskan bagaimana kekudusan imamat bangsa itu dalam tulisan ini. Tetapi sebagai kesimpulan, apa yang dituliskan dalam kitab Imamat dengan segala aturan dan cara beribadah di Bait Suci adalah cerminan kekudusan dan kesempurnaan Allah yang tiada tara. Dan setiap ibadah yang mereka lakukan disertai dengan ancaman hukuman yang sangat berat. Kematian adalah hukuman terberat yang dijatuhkan kepada barangsiapa yang tidak menuruti perintah Tuhan dalam konteks Bait Suci dan segala kegiatannya yang dipenuhi kekudusan.

Hanya bangsa Israel yang diiznkan beribadah di pelataran bait Suci itu karena mereka adalah umat pilihan Tuhan. Mereka adalah bangsa yang kudus. Bangsa-bangsa asing sama sekali tidak diizinkan beribadah di sana karena kenajisan dan kecemaran kecuali mereka telah menerima imamat bangsa Israel tersebut (proselit). Dari perspektif Allah bangsa-bangsa asing adalah bangsa yang tidak kudus atau najis. Oleh sebab itu Allah memilih bangsa Israel sebagai umat-Nya dan menguduskan mereka supaya bangsa itu bisa menjadi berkat bagi bangsa-bangsa yang belum mengenal Tuhan. Tuhan memilih mereka untuk menjadi alat supaya bangsa-bangsa lain mengenal Tuhan. Tetapi sayang mereka gagal.

Bait Suci bangsa Israel (tabernakel) adalah gambaran dari Bait Suci sesungguhnya yaitu sorga yang eskatologis. Allah bertahta di sorga. Kerajaan sorga dipenuhi kekudusan-Nya dan hanya orang-orang kudus saja yang akan masuk ke sana sedangkan orang yang tidak kudus tinggal di luar. Yohanes membuat kualifikasi siapa saja yang diijinkan Tuhan masuk ke dalam sorga dan siapa yang tidak boleh. Inilah daftarnya: “Berbahagialah mereka yang membasuh jubahnya. Mereka akan memperoleh hak atas pohon-pohon kehidupan dan masuk melalui pintu-pintu gerbang ke dalam kota itu.Tetapi anjing-anjing dan tukang-tukang sihir, orang-orang sundal, orang-orang pembunuh, penyembah-penyembah berhala dan setiap orang yang mencintai dusta dan yang melakukannya, tinggal di luar” (Why. 22:14-15).

Jadi jelas, Hanya orang-orang yang sudah dibasuh atau disucikan saja yang akan masuk ke dalam sorga. Sedangkan orang-orang berdosa yang digambarkan sebagai anjing-anjing, tukang-tukang sihir, orang-orang sundal dan lain sebagainya tidak boleh masuk. Semua orang yang tidak percaya kepada Yesus adalah orang-orang berdosa karena belum dibasuh dan disucikan. Sudahkah Anda disucikan dari dosa-dosa Anda?

WARNING:

Imamat 19:2
Kuduslah kamu, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, kudus (to be continued...)

0 komentar:

Post a Comment