GBI EL GIBBOR

COME AND JOIN WITH US, PRAISE AND WORSHIP OUR LORD GOD BLESS YOU.....

GBI EL GIBBOR

COME AND JOIN WITH US, PRAISE AND WORSHIP OUR LORD GOD BLESS YOU.....

Pages

Tuesday, December 3, 2013

"ATRIBUT ALLAH"

"ATRIBUT ALLAH"
Kita bisa percaya kepada seseorang jika kita mengenal baik orang itu. Mengenal seseorang bisa dilakukan dengan cara mengerti karakternya. Karakter itu adalah sifat atau status yang melekat pada seseorang atau sering disebut atribut. Ketika kita bertemu dengan seseorang yang suka bekerja, maka orang itu kita sebut si "rajin," Itulah atributnya. Ada banyak karakter manusia yang bisa diberi atribut untuk mengenalinya.

Untuk bisa menyimpulkan seseorang dan memberi atribut yang tepat dan melekat orisinal kepadanya, maka cara terbaik adalah bergaul dengan orang itu. Seluruh informasi mengenai orang itu secara berjenjang akan tersingkap seiring waktu yang berjalan. Semakin intensif pergaulan itu, semakin cepat kita mengenal dia dan memberi atribut yang akurat.

Demikian juga dengan Allah. Dia adalah pribadi yang mempunyai karakter yang melekat dan original. Allah sudah mewahyukan diri-Nya dan puncak dari pewahyuan itu adalah Yesus Kristus. Jadi dengan mengenal karakter Yesus Kristus, kita bisa mengenal karakter Allah karena karakter keduanya adalah similar. Alkitab mencatatkan berbagai karakter Tuhan yang telah menjadi atribut-Nya untuk selamanya sehingga sangat layak dipercaya. Melalui iluminasi Roh Allah dan bergaul akrab dengan Dia, semua tokoh Alkitab dapat mengenali karakter_Nya yang mengkristal menjadi atribut-atribut-Nya.

Raja Daud merupakan tokoh Alkitab perjanjian lama, yang banyak sekali mengerti karakter Allah dan memberi atribut kepada-Nya. Hal itu wajar saja karena raja Daud bergaul sangat akrab dengan Tuhan. Raja Daud mengenal Tuhan sangat baik. Melalui meditasi atau saat teduh yang dilakukannya setiap pagi, dia mengenal Tuhan sangat dekat. Itulah dasarnya dia memberi atribut kepada-Nya. Perhatikanlah pernyataan raja Daud ini: "Orang yang mengenal nama-Mu (atribut) percaya kepada-Mu..." (Maz. 9:11a).

Banyak orang yang mengaku percaya kepada Tuhan tetapi tanpa dasar kebenaran. Percaya seperti itu hanya sebagai pengakuan mulut dan subyektif. Percaya yang benar terjadi ketika seseorang mengenal Tuhan melalui atribut-Nya yang terbentuk melalui sebuah proses pergaulan yang intensif dan kualitatif lewat firman-Nya. Orang tidak akan percaya kepada Tuhan jika proses ini tidak dilalui. Mengapa seorang bapak mengenal anak-anaknya dengan baik dan begitu juga sebaliknya? Karena sebagai keluarga, mereka selalu bergaul, berkomunikasi dan berinteraksi dari hati ke hati sepanjang waktu yang mereka lalui bersama. Anak-anak bisa mengenal bapaknya dengan baik hanya melalui proses yang demikian. Bahkan, dari suara batuknya saja anak-anak bisa mengenal bapaknya dengan tepat. Perhatikan pula, seorang bapak biasa memberi identitas atau atribut kepada anak-anaknya setelah mengenal mereka dengan baik. Kepada anak yang satu dia memberi atribut "si pemberani" karena anak itu tidak penakut. Kepada anaknya yang lain dia memberi gelar "si pemalas" karena anak yang satu ini malas, dan sebagainya.

Beberapa atribut yang diberikan oleh raja Daud kepada Tuhan dalam kitab Mazmur pasal 9 adalah; 1) Allah mahatinggi (Maz. 9:3b).
2) Allah atau Hakim yang adil (Maz. 9;5b).
3) Allah pembalas (Maz. 9:13).
4) Allah mahabenar.
5) Allah maha pengasih (Maz. 9:14) dan sebagainya.

Raja Daud sangat memahami siapa Allah karena dia benar-benar mengalaminya. Pengenalannya akan Tuhan bukan hanya sekedar pemahaman teologi semata. Pemahaman teologi akan Tuhan tidak memberi makna apapun bagi seseorang. Orang yang memahami Tuhan secara teologis hanya mengenal Dia dari jauh. Tetapi tatkala pengenalan itu lahir dari sebuah pergaulan yang akrab dan intensif, maka maujudlah apa yang dikatakan oleh raja Daud: "Orang yang mengenal nama-Mu percaya kepada-Mu..."

Coba baca, perhatikan dan renungkan ayat ini: "Kasihanilah aku, ya Tuhan; lihatlah sengsaraku, disebabkan oleh orang-orang yang membenci aku, ya Engkau, yang mengangkat aku dari gerbang maut..." (Maz. 9:14). Raja Daud mengenal betul karakter Allah yang penuh belas kasih. Itu sebabnya dia mohon belas kasih-Nya. Dari pewahyuan ini kitapun mengerti Allah sebagai "Allah mahakasih." Tetapi dari pergaulan yang akrab dengan Dia kita bisa mengenal atribut belas kasih itu. Antara mengerti dan mengenal ada perbedaan yang signifikan. Dengan penalaran dan intelektualitas kita bisa mengerti Allah tetapi tidak untuk mengenal. Pengenalan akan Tuhan hanya terjadi melalui pergaulan yang akrab dengan Dia. Menurut Daud belas kasih Tuhan tidak hanya menyelamatkan orang percaya dari maut tetapi juga dari orang-orang yang membenci.

Demikianlah, semakin akrab dengan Tuhan, semakin kita mengenal dan percaya kepada Dia. Allah telah menyatakan diri-Nya secara sempurna di dalam Yesus Kristus. Allah yang benar dan sejati adalah Yesus Kristus. Dan seluruh catatan tentang pewahyuan-Nya sudah dituliskan dalam Alkitab. Alkitablah satu-satunya catatan yang benar mengenai Allah dan karya-Nya, sedangkan Roh Kudus memberi iluminasi (penerangan) bagi orang-orang percaya yang mau belajar untuk memahaminya. Jalan terbaik untuk melakukan hal itu adalah melalui saat teduh atau Quiet Time (QT). Lakukanlah itu, maka Anda dan saya akan mengenal dia dengan baik, mengenal atribut-atributnya dan dari sanalah iman itu muncul, iman yang kokoh dan tak tergoyahkan. Saat teduh adalah sarana terbaik untuk merenungkan firman-Nya, bergaul akrab, saling mengenal. Melalui saat teduh orang-orang percaya bisa mengerti jalan yang akan ditempuh dan apa yang hendak dilakukan. Itulah yang menjamin keberhasilan hidup.

"DAN SEGALA LIDAH MENGAKU...

"DAN SEGALA LIDAH MENGAKU..."
 Dalam mazmur yang ditulisnya, Raja Daud menyatakan pandangan teologisnya tentang Allah. Dengan sangat indah dan tepat dia berkata: "Ya TUHAN, Tuhan kami, betapa mulianya nama-Mu di seluruh bumi! Keagungan-Mu mengatasi langit" (Maz. 8:2). Raja Daud melihat keagungan atau kebesaran Allah melebihi bumi dan bahkan alam semesta. Dia mengenali transendenalitas Allah yang tidak terjangkau oleh apapun.

Tetapi tiba-tiba Daud mengalihkan perhatiannya kepada manusia. Kontras dengan itu, dia melihat manusia sangat kecil jika dibandingkan dengan alam semesta sehingga dia berkata:

Jika aku melihat langit-Mu, buatan jari-Mu, bulan dan bintang-bintang yang Kautempatkan: Apakah manusia sehingga engkau mengindahkannya? (Maz. 8:4-5).

Dari ayat ini kita juga bisa melihat pandangan Daud mengenai manusia. Manusia inferior terhadap alam semesta. Alam semesta inferior terhadap Allah. Kesimpulannya, manusia tidak ada apa-apanya dibandingkan Tuhan. Tidak tahu diri jika manusia menganggap diri besar, mulia dan istimewa. Orang sombong seperti itu pasti masih berada di balik tempurung dan memaknai manusia dari suput pandang manusia pula.

Teologi tentang manusia benar jika sama seperti Daud bisa melihat dan menyadari betapa kecilnya manusia. Teologi Kristen tentang manusia dibangun atas dasar kebenaran ini untuk menyatakan ketergantungan mutlak manusia kepada Allah.

Apa lagi yang bisa dipahami dari pernyataan Daud sebagai kebenaran menurut mazmur tersebut? Bacalah ayat selanjutnya:

Namun Engkau membuatnya hampir sama seperti Allah dan memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat. Engkau membuat dia berkuasa atas buatan tangan-Mu: segala-galanya telah Kauletakkan di bawah kakinya... (Maz. 8:6-7).

Perhatikan kata "Engkau telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat..." (Ay. 6b). Kemuliaan dan kehormatan siapakah yang dimaksudkan di sini? Jelas kemuliaan dan kehormatan Allah. Sebuah status yang hanya dimiliki Allah. Kemuliaan Allah adalah Kristus. Jadi, manusia hanya berarti, mulia dan hormat jika memiliki Kristus.

Boleh saja manusia mempunyai pengertian tentang "kemuliaan" dan "kehormatan" menurut pandangannya tetapi kebenaran dengan jelas mengatakan bahwa kemuliaan Allah adalah Kristus.

Bagaimana kita bisa mengerti Yesus Kristus sangat dimuliakan Allah? Bukankah di atas telah disebutkan bahwa manusia itu kecil, lemah dan sangat terbatas? Tetapi dengan segala resiko dari keterbatasan manusia, Allah rela berinkarnasi menjadi manusia. Allah menjadi manusia di dalam diri Yesus yang terkungkung dengan realitas manusia yang sangat terbatas. Apa artinya? Di tengah-tengah banyaknya manusia ingin jadi Allah dengan mengagung-agungkan dirinya, tetapi Allah telah menempuh jalan penuh resiko menjadi manusia yakni Yesus Kristus. Paulus mengatakan:

Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, tidak menganggap kesetaraan itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan mati di kayu salib. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan," bagi kemuliaan Allah, Bapa! (Fil. 2:5-11).

Dengan sangat indah Paulus menjelaskan Yesus adalah Allah melalui sebuah proses kristologis. Dibutuhkan proses kristologi untuk mengakui dan mempercayai ke-Tuhanan Yesus Kristus. Perhatikan kalimat "Allah sangat meninggikan Dia (Yesus). Sebuah pernyataan yang sangat sulit atau bahkan mustahil bisa dipahami oleh manusia. "Allah meninggikan Yesus," bukankah itu paradoks dan misteri? Paradoks artinya di luar jangkauan pemahaman manusia, sedangkan misteri artinya tersembunyi dari intelektualitas manusia. Jadi kalau ada orang yang berkomentar mengenai Yesus dengan pemahaman manusiawinya, maka kesesatanlah yang dipahami.

Dengan mengerti pernyataan raja Daud dalam mazmur yang ditulisnya ini, maka sebagai orang percaya kita mengerti pertama; Allah yang benar adalah Allah yang transenden, kedua; Allah yang benar adalah yang telah jadi manusia atau imanen atau imanuel, ketiga; manusia sangat inferior dibanding alam semesta dan Tuhan, keempat; tetapi manusia menjadi mulia dan terhormat oleh karena mempercayai Yesus Kristus karena Dia adalah kemuliaan Allah. Dan kemuliaan itulah yang dianugerahkan kepada semua orang percaya. Bersyukurlah kepada Allah jika Anda dan saya dipilih-Nya dengan menghiasi kita dengan Kristus. Di dalam Yesus kita tidak lagi inferior dan bukan pula superior, tetapi berharga di mata Tuhan.

Thursday, November 28, 2013

BERTOBAT BERARTI MENYADARI DIRI BERDOSA...

Selamat pagi teman-teman...

Sebuah kebenaran telah dituliskan dalam Alkitab yaitu tentang pelayanan Yohanes Pembaptis. Matius mencatat:

Pada waktu itu tampillah Yohanes Pembaptis di padang gurun Yudea dan memberitakan: "Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat" Sesungguhnya dialah yang dimaksudkan nabi Yesaya ketika ia berkata: "Ada suara orang yang berseru-seru di padang gurun: Persiapkanlah jalan untuk Tuhan, luruskanlah jalan bagi-Nya."

Mari kita renungkan kebenaran di atas baik-baik supaya menjadi kesadaran kita bersama untuk mulai BERTINDAK menyatakan kasih karunia Allah yaitu Yesus Kristus kepada manusia. Sebagaimana Allah mengutus Yohanes Pembaptis untuk mempersiapkan jalan bagi Yesus, demikianlah kita diutus Yesus Kristus. Yohanes Pembaptis telah menjadi "alat" untuk mengalirkan kasih Allah yaitu keselamatan kekal bagi orang-orang yang menyadari dirinya berdosa dan pendosa.

Apa yang harus diberitakan? Tidak lain adalah perlunya pertobatan manusia dari dosa-dosanya. Terutama sekali harus diberitakan bahwa semua manusia telah berdosa dan upah dosa adalah maut atau penghukuman kekal di NERAKA. Semua orang berdosa secara pasti dan mutlak akan dihukum di neraka selama-lamanya kecuali dosa-dosa itu disadari, diakui dan menerima pengampunan. Menyadarkan bahwa semua orang berdosa dan sedang menuju neraka adalah pelayanan Yohanes Pembaptis dan harus menjadiu pelayanan utama orang-orang percaya sepanjang zaman. Tidak ada keselamatan tanpa pengampunan. Tidak ada pengampunan tanpa pengakuan bahwa dirinya orang berdosa.

Jangan memberitakan anugerah sebelum orang menyadari dirinya pendosa besar. Orang yang tidak sadar dirinya berdosa, padahal sejatinya adalah pendosa, tidak akan pernah mau menerima anugerah. Jangan melemparkan mutiara sembarangan. Karya Yesus sebagai anugerah Allah terbesar tidak akan pernah dihargai oleh orang-orang yang tidak menyadari dirinya berdosa.

Ketika orang Farisi dengan pura-pura datang untuk dibabtis (baptisan: pernyataan bertobat), Yohanes Pembaptis menghardik mereka: "Hai kamu keturunan ular beludak. Siapakah yang mengatakan kepada kamu, bahwa kamu dapat melarikan diri dari murka (Allah) yang akan datang?" (Mat.3:7B). Tetapi orang-orang yang bersedia mengaku dosa karena menyadari dirinya berdosa maka berita salib akan menjadi anugerah yang tak ternilai.

Mengapa orang belum menerima anugerah keselamatan? Karena mereka belum menyadari dirinya orang berdosa dan merasa benar. Oleh sebab itu pelayanan Yohanes Pembaptis menjadi sangat penting, pelayanan yang memberi kesadaran bahwa semua orang berdosa. Itulah yang harus kita beritakan!. Perhatikan orang-orang yang berada di sekitarmu, apakah mereka sedang menuju kekelana neraka atau sorga? Carilah kesempatan untuk menyatakan: Pertama, menyatakan dosa dan kedua, menyatakan anugerah sebagai jalan keluar dari dosa itu. Dan itu hanya terjadi jika orang-orang sadar dirinya berdosa.

KARAKTERISTIK GEREJA YANG BERTUMBUH

Menurut penelitian ilmiah yang dilakukan oleh Christian A. Schwarz dan Tim selama 10 tahun di 1000 gereja, 32 negara dan 5 benua, menemukan sebuah konsep pertumbuhan gereja yang suprabudaya. Artinya prinsip-prinsip yang dapat dipraktekkan oleh semua budaya, situasi dan kondisi.

Prinsip itu disebut dengan: "DELAPAN KARAKTERISTIK KUALITAS GEREJA YANG BERTUMBUH" yaitu:
1) KEPEMIMPINAN YANG MELAKUKAN PEMBERDAYAAN.
2) PELAYANAN YANG BERORIENTASI PADA KARUNIA.
3) KEROHANIAN YANG HAUS DAN PENUH ANTUSIASME.
4) STRUKTUR PELAYANAN YANG TEPAT GUNA.
5) IBADAH YANG MEMBANGKITKAN INSPIRASI.
6) KELOMPOK KECIL YANG MENJAWAB KEBUTUHAN SECARA MENYELURUH.
7) PENGINJILAN YANG BERORIENTASI PADA KEBUTUHAN.
HUBUNGAN YANG PENUH KASIH.
Pertumbuhan gereja yang sejati bukan mithos tetapi realitas yang didasarkan pada delapan karakteristik kualitas di atas. Diharapkan prinsip-prinsip ini menjadi perhatian serius Tim Pelayanan GBI El Gibbor, Yogyakarta. Doakanlah rencana pembudidayaan dan internalisasi delapan prunsip tersebut di GBI El Gibbor. Semoga berhasil...

Monday, November 18, 2013

SOLUSI DOSA (10): I M A N

Semua orang pernah berbicara tentang iman, bahkan mengaku beriman. Tetapi, apakah semua orang mengerti iman? Tunggu dulu. Mengaku beriman belum tentu memiliki iman. Orang yang mengaku beriman tetapi tidak didasarkan pada perkataan Tuhan hanyalah pengakuan subyektif dan fanatisme. Banyak orang terjebak pada fanatisme dengan mempercayai apa yang tidak patut dipercaya. Kepercayaan yang didasarkan pada perasaan, pikiran, perkataan manusia, bahkan data-data empiris dan penglihatan manusia bukanlah iman. Iman yang benar tidak lahir dari pemahaman dan pengalaman manusia melainkan secara obyektif didasarkan pada perkataan Tuhan. Iman jauh melampaui sumber (source) yang dimiliki manusia. Iman bukanlah antrophocentris melainkan Godcentris.

Apakah iman? Simaklah apa yang dimaksud firman Tuhan dengan iman. Firman Tuhan: “Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat” (Ibr. 11:1).

Menurut ayat ini ada dua komponen penting iman, pertama; “dasar” dan kedua; “bukti.” Pertama, sebagai “dasar.” Iman itu punya dasar atau fondasi yaitu firman Tuhan. Iman bersifat obyektif, tidak subyektif. Dengan sangat tegas Paulus mengatakan: “Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus” (Rom. 10:17). Firman Kristuslah dasar atau fondasi iman sejati, bukan yang lain. Firman adalah perkataan Kristus (yang diurapi). Dengan kata lain, firman itu adalah perkataan yang dillhamkan (diurapi) Allah (2 Tim. 3:16). Alkitab, perjanjian lama maupun perjanjian baru, adalah tulisan yang diilhamkan Allah. Oleh sebab itu hanya Alkitablah satu-satunya sumber iman. Dari mendengar firman Kristus yaitu Alkitab, IMAN pasti timbul. Pengharapan bersumber dari iman, pengharapan yang tidak akan pernah meleset. Pengharapan yang lahir dari iman bukan pengharapan kosong melainkan sebuah kepastian yang tidak mengecewakan orang yang memilkinya (Rom. 5:5).

Kedua, sebagai “bukti.” Iman yang sejati pasti disertai bukti. Itu sebabnya dikatakan di atas, iman menimbulkan pengharapan yang pasti. Pengharapan adalah pengetahuan bahwa apa yang diharapkan pasti terbukti. Meskipun belum melihat realitas (bukti) secara kasat mata, seorang beriman tahu bahwa pasti ada realitas (bukti) dari imannya. Iman itu mampu melihat bukti sebelum bukti itu direalisasikan. Jadi, iman selalu ada realisasi (bukti). Seseorang yang tidak mempunyai iman menuntut bukti yang bisa disaksikan oleh matanya sendiri. Tetapi orang yang beriman, mata hatinya sudah melihat bukti lebih dulu yang diikuti bukti empiris (mata). Simaklah apa yang dikatakan oleh Yesus: “Karena itu Aku berkata kepadamu: apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu” (Mark. 11:24).

Jadi sudah jelas apa itu iman. Iman yang benar selalu didasarkan pada dua komponen penting tersebut. Dengan demikian, pengertian iman yang benar menolak semua bangunan teori iman yang didasarkan pada pengertian dan pengalaman manusia. Berfikir sugestif, praktek dan proses mental, asah intuisi, indra keenam, dan sejenisnya bukanlah iman. Semua itu hanyalah imitasi iman yang manipulatif dan menyesatkan sehingga tidak layak dijadikan dasar iman. Tetapi berapa kerap orang mengartikan iman seperti itu? Berapa banyak orang berpegang pada perasaan dan pikiran sunyektif dan meyakininya sebagai iman? Berapa juta orang telah mati dengan berpegang pada kesesatan seperti itu? Apakah iman seperti itu dapat menjangkau Allah? Mustahil! Akhir hidup dari orang yang berpegang pada iman yang salah adalah sangat mengerikan karena iman semacam itu tidak pernah membawa manusia kepada Allah.

Oleh sebab itu iman yang benar menjadi syarat mutlak seseorang diterima Tuhan. Iman yang bersumber pada kebenaran yaitu firman Kristus. Iman yang demikian pasti menyelamatkan dan mengantar seseorang tiba di kekekalan kerajaan Allah. Itulah iman yang bersifat Godcentris, iman yang berasal dari Tuhan. Karena bersumber dari Allah, maka iman itu juga anugerah dan mustahil diupayakan manusia. Ketika seseorang memiliki iman yang benar, itu berarti Allahlah yang menganugerahkan kepadanya. Sebagai anugerah, timbulnya iman selalu diawali dari mendengar firman Kristus. Ketika seseorang mendengar firman Kristus dan hatinya terbuka untuk menerima firman itu, maka anugerah Allah sedang terimpartasi bagi orang itu. Jadi terjadinya iman bukan seperti sulap, alakazam dan bim salabim.

Iman sebagai anugerah seperti itulah yang harus dimiliki seseorang untuk menerima keselamatan ketika rasul Yohanes menuliskan Injilnya yaitu: “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang PERCAYA kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yoh. 3:16). Sangat tepatlah jika dikatakan bahwa keselamatan itu ANUGERAH. Dikatakan anugerah karena tidak seorang pun mampu mengupayakan keselamatan. Perbuatan dan amal baik, capaian kekudusan dan kesucian dengan berbagai cara, memberi harta benda kepada orang miskin, menyiksa diri dan sebagainya bukanlah jalan keselamatan. Hanya IMANlah yang ditentukan Allah sebagai saluran ANUGERAH keselamatan. Dan ayat yang baru dikutip di atas adalah bernafaskan (nyawa; roh) ANUGERAH Alllah.

Mari kita elaborasi lebih jauh. Pertama, kata “karena begitu besar KASIH Allah...” Keselamatan terjadi karena KASIH Allah, bukan upaya manusia! Tanpa KASIH Allah mustahil ada keselamatan. Kasih Allah itu tidak abstrak tetapi konkret. Sebesar apa kasih Allah? Jawabnya, sebesar Allah! Sebesar apa Allah? Unlimited! Oleh sebab itu Yohanes menuliskan “karena begitu besar”, karena tidak ada kata yang mampu menjelaskannya. Tetapi Yohanes tidak membiarkan pembacanya menafsirkan sendiri KASIH Allah yang tidak terbatas itu. Maka selanjutnya dia menulis “sehingga Ia mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal...” Kedua, kata “mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal” adalah pengertian dan penafsiran sah seberapa besar kasih Allah itu. Dengan kata lain, wujud kasih Allah yang tidak terbatas itu adalah pengaruniaan Anak-Nya yang tunggal yaitu Yesus Kristus mati di kayu salib untuk menebus dosa-dosa manusia. Tanpa Kristus tidak ada kasih karunia.

Mengapa Allah harus mengaruniakan Anaknya untuk menebus dosa? Pada tulisan-tulisan yang lalu jawaban atas pertanyaan ini sudah diuraikan secara panjang lebar. Tetapi secara singkat pertanyaan ini perlu dijawab kembali. Allah mengaruniakan Anak-Nya mati di salib untuk menyelesaikan problem dosa karena manusia tidak mungkin bisa menyelesaikan dosa-dosanya. Manusia butuh figur di luar dirinya untuk menyelesaikan dosa-dosanya (Bacalah: dosa dalam skenario). Jika manusia bisa mengatasi dan menyelesaikan dosa-dosanya sendiri, maka Allah tidak perlu mengutus Anak-Nya ke dunia ini. Tetapi kenyataannya semua manusia telah ditawan dan diperbudak dosa tanpa mampu melepaskan diri. Penguasaan dosa atas manusia adalah mutlak!

Ketiga, kalimat “supaya setiap orang yang percaya kepadanya tidak BINASA, melainkan beroleh hidup yang kekal.” Kata kunci pada kalimat ini adalah “PERCAYA” atau “IMAN.” Hanya IMANlah sarana satu-satunya untuk mengalirkan keselamatan yang disediakan Allah. Apa yang sudah dilakukan oleh Yesus Kristus di kayu salib hanya bermakna bagi seseorang jika orang itu punya iman. Sementara itu, sebagaimana dijelaskan di atas, iman hanya mungkin dimiliki jika manusia mendengar firman Kristus. Oleh sebab itu fakta kematian Yesus di kayu salib harus senantiasa diberitakan karena hanya dengan cara inilah seseorang dimungkinkan miliki iman dan percaya kepada-Nya. Melalui iman, kasih Allah yang tidak terbatas dan menyelamatkan dialirkan kepada barangsiapa yang percaya. Perhatikan, iman yang mengalirkan keselamatan tidak hanya membuat seseorang TIDAK BINASA tetapi juga BEROLEH HIDUP KEKAL. Puji syukur kepada Tuhan!

Jadi kekristenan bukanlah AGAMA yang menuntut seseorang membangun keselamatannya sendiri dengan bermacam-macam argumentasi dan mengikuti prosesi ibadah, sakramen, dan ritual tertentu. Bukan sama sekali! Kekristenan menyatakan keselamatan melalui iman semata, iman kepada kasih Allah yang sudah dinyatakan di dalam Yesus. Keselamatan telah diwujudkan dan beritanya sudah disampaikan ke seluruh penjuru dunia. Sekarang tinggal apakah ada orang yang percaya atau tidak terhadap pemberitaan itu. Orang yang ditentukan Allah untuk diselamatkan pasti merespons dan menerima pemberitaan itu tetapi mereka yang tidak ditentukan dipilih akan menolak dan mengalami kebinasaan. Siapa yang dipilih atau tidak dipilih hanya Tuhan sajalah yang tahu, manusia tidak. Tugas dan kewajiban orang percaya adalah memberitakan keselamatan itu dengan kasih. Harus diingat nubuat eskatologis Daniel ketika ia menuliskan: “Dan banyak dari antara orang-orang yang telah tidur di dalam debu tanah, akan bangun, sebagian untuk mendapat hidup yang kekal, sebagian untuk mengalami kehinaan dan kengerian yang kekal. Dan orang-orang bijaksana akan bercahaya seperti cahaya cakrawala, dan yang telah menuntun banyak orang kepada kebenaran seperti bintang-bintang, tetap untuk selama-lamanya” (Daniel 12:2-3).

Sebagai orang percaya, Anda dan saya, adalah orang-orang bijaksana yang bercahaya seperti cahaya cakrawala yang akan menuntun banyak orang kepada keselamatan yang sudah disediakan Allah. Orang-orang bijaksana tidak akan menyembunyikan berita keselamatan ini melainkan dengan tulus dan penuh kasih bersedia memberitahukan kepada orang-orang lain yang belum pernah mendengar berita keselamatan ini. Anda dan saya akan memperoleh upahnya....

WARNING

Rom. 10:13-15
Sebab, barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan.(Tetapi bagaimana mereka dapat berseru kepada-Nya, jika mereka tidak percaya kepada Dia? Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia. Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakan-Nya?Dan bagaimana mereka dapat memberitakan-Nya, jika mereka tidak diutus? Seperti ada tertulis: "Betapa indahnya kedatangan mereka yang membawa kabar baik!"Dan bagaimana mereka dapat memberitakan-Nya, jika mereka tidak diutus? Seperti ada tertulis: "Betapa indahnya kedatangan mereka yang membawa kabar baik!" (to be continued...)

SOLUSI DOSA (9): KEMATIAN DAN KEBANGKITAN YESUS

Setiap tahun orang percaya memperingati peristiwa yang sangat penting dan menjadi dasar keimanan orang Kristen yaitu kematian dan kebangkitan Yesus Kristus. Peristiwa ini merupakan puncak karya Yesus Kristus di dunia dalam misi-Nya menyatakan kerajaan sorga. Dia menyerukan: “Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat!"(Mat. 4:17). Dekatnya Kerajaan Sorga adalah sedekat kehadiran Yesus di dunia ini.

Pelayanan-Nya memang hanya selama kurang lebih tiga tahun. Dalam tenggang waktu tersebut Yesus mengajar kebenaran, menyembuhkan, membuat mujizat, mengusir setan, dan lain sebagainya. Kerajaan sorga dicirikan dengan berbagai kebajikan seperti itu. Hal ini diabadikan dalam firman Tuhan di bawah ini: “Jjika Aku mengusir setan dengan kuasa Roh Allah, maka sesungguhnya Kerajaan Allah sudah datang kepadamu” (Mat. 12:28). Tetapi kematian dan kebangkitan Yesus adalah puncak karya-Nya. Kematian-Nya mempunyai arti spesifik untuk menyelesaikan masalah yang sangat krusial yaitu dosa yang menjadi penghalang manusia masuk ke dalam kerajaan-Nya. Satu-satunya akses menuju ke dalam kerajaan itu adalah kematian dan kebangkitan-Nya. Kematian dan kebangkitan Yesus adalah pintu gerbang satu-satunya menuju kerajaan-Nya masa kini dan akan datang (eskatologis). Fakta inilah yang seharusnya diingat dan menjadi pengucapan syukur ketika orang percaya memperingati kematian dan kebangkitan Yesus. Oleh sebab itu mengartikan kematian dan kebangkitan-Nya hanya sebatas ritual dan perayaan semata sama sekali tidak memberi keuntungan apa-apa.

Tulisan kali ini bermaksud untuk meredefinisi dan mereinventarisasi makna kematian dan kebangkitan Yesus Kristus melebihi arti hanya sekedar ritual dan perayaan, sekaligus sebagai motivasi untuk melakukan kebenaran tersebut dalam kehidupan orang-orang percaya kontemporer secara praktis. Sudah seharusnya orang-orang percaya memaknai kematian dan kebangkitan Yesus lebih dari sekedar ritual dan perayaan dan memasuki dimensi lain yang lebih mendalam karya agung tersebut. Ketika umat-Nya masuk ke dalam relung-relung makna kematian dan kebangkitan Yesus, maka akan semakin dimengerti: “...betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus....(Ef. 3:18).

Alkitab, khususnya perjanjian baru, jika dipelajari dan direnungkan baik-baik, maka akan memberi setidaknya empat dimensi makna KEMATIAN DAN KEBANGKITAN Yesus Kristus sebagai: FAKTA, BERITA KESELAMATAN, DOKTRIN DAN GAYA HIDUP.

1. SEBAGAI FAKTA
Sebuah fakta didasarkan pada peristiwa dan peristiwa menyatakan fakta. Antara fakta dan peristiwa ada keterkaitan yang sangat erat. Kematian dan kebangkitan-Nya adalah peristiwa yang benar-benar terjadi dalam sejarah manusia. Oleh sebab itu kematian dan kebangkitan-Nya adalah fakta. Dalam kitab perjanjian baru disebutkan ada empat orang yang menyaksikan dan menuliskan peristiwa kematian dan kebangkitan Yesus secara lengkap menurut pandangan masing-masing. Mereka itu adalah Matius, Markus, Lukas dan Yohanes. Mereka menuliskan peristiwa kematian dan kebangkitan Yesus dalam Injil masing-masing sebagai fakta tanpa memberi penafsiran. Keempat penilis tidak sedang membicarakan doktrin dalam Injil yang mereka tulis. Mereka hanya mereportasi peristiwa yang mereka lihat dan ketahui. Tidak ada sedikit pun dusta pada mereka untuk menuliskan peristiwa yang mereka saksikan. Ketika Yesus disalibkan mereka ada di sana. Demikian juga saat Dia bangkit mereka juga ada di sana.

Bahkan penulis Injil Lukas dengan sangat cermat telah melakukan sebuah riset tentang peristiwa tersebut sebelum menulis Injil. Hal ini dilakukan oleh kekuatiran terjadi penyesatan mengingat banyaknya informasi yang mencoba menulis pelayanan Yesus sampai kepada peristiwa kematian dan kebangkitan-Nya. Lukas menulis: “Teofilus yang mulia, Banyak orang telah berusaha menyusun suatu berita tentang peristiwa-peristiwa yang telah terjadi di antara kita, seperti yang disampaikan kepada kita oleh mereka, yang dari semula adalah saksi mata dan pelayan Firman. Karena itu, setelah aku menyelidiki segala peristiwa itu dengan seksama dari asal mulanya, aku mengambil keputusan untuk membukukannya dengan teratur bagimu, supaya engkau dapat mengetahui, bahwa segala sesuatu yang diajarkan kepadamu sungguh benar” (Luk. 1:1-3).

Sekali lagi, keempat penulis tersebut tidak sedang menuliskan sebuah doktrin dalam Injilnya. Mereka hanya menyajikan sebuah fakta tentang kematian dan kebangkitan Yesus. Meskipun tua-tua orang Yahudi mendustakan fakta ini dengan memberikan sejumlah besar uang kepada serdadu-sedadu supaya untuk menebar dusta, tetapi hal itu tidak bisa mengingkari fakta kematian dan kebangkitan-Nya.

Para penulis Injil tersebut bukanlah teolog terpelajar tetapi hanya orang biasa saja. Meskipun demikian apa yang mereka tuliskan menjadi sumber keselamatan setiap orang yang percaya. Injil juga menjadi konstitusi setiap orang Kristen yang mengajarkan bagaimana cara berikap dan sekaligus sumber doktrin yang mengokohkan keimanan. Injil sebagai fakta membuktikan bahwa keimanan orang Kristen didasarkan pada fakta dan tidak dibangun berdasarkan mitos, dongeng, fiksi, legenda dan sejenisnya. Iman yang benar harus didasarkan pada fakta. Jika kematian dan kebangkitan Yesus bukan fakta, maka keimanan orang percaya akan runtuh dan tidak memiliki nilai sama sekali. Sesungguhnya kematian dan kebangkitan Yesus adalah FAKTA.

2. SEBAGAI BERITA KESELAMATAN
Fakta tentang kematian dan kebangkitan Yesus Kristus adalah keselamatan manusia. Keselamatan ini sangat penting dan harus diberitakan. Setelah dimuridkan selama kurang lebih tiga tahun, maka tugas para rasul adalah memberitakan Injil keselamatan. Yesus mengutus mereka dengan memberi perintah yang dikenal dengan amanat agung. Yesus berkata: “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus” (Mat. 28:18-19). Tugas memberitakan Injil ini kembali diingatkan oleh Yesus Kristus sebelum kembali ke sorga. Ia berkata: “Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi" (Kis. 1:8).
Jadi, Injil bukan hanya sekedar fakta tentang kematian dan kebangkitan Yesus, tetapi keselamatan yang harus diberitakan oleh orang-orang percaya (Rom. 1:16). Berita Injil bukan pula hanya catatan sejarah atau proklamasi sebuah agama dengan segala riualnya. Bukan, bukan sama sekali! Pada dasarnya berita Injil adalah memberitakan kuasa Allah yang menyelamatkan manusia. Oleh sebab itu Yesus mempersiapkan murid-murid untuk melakukannya. Mereka diutus untuk itu. Satu hal yang sangat penting sebelum diutus para rasul lebih diperlengkapi dengan kuasa Roh Kudus. Pemberitaan Injil akan menjadi efektif jika pemberita Injil diperlengkapi dengan otoritas atau kuasa sorgawi. Itu berarti kuasa Allah dan Roh Kudus berada di balik setiap upaya pemberitaan Injil yang Anda dan saya lakukan. Perhatikan baik-baik. Di satu sisi Injil adalah kuasa Allah yang menyelamatkan orang berdosa dan di sisi lain perlunya pemberian kuasa dan otoritas kepada mereka yang memberitakan Injil tersebut.

Dari kebenaran di atas maka dapat disimpulkan bahwa pemberitaan Injil keselamatan adalah parade atau demnstrasi kuasa dan kasih Allah. Sesungguhnya penginjilan adalah proklamasi tentang kuasa dan kasih Allah. Di dalamnya ada keselamatan, pengampunan dosa, penghancuran kuasa Iblis, maut yang dikalahkan, pembaharuan hidup, dan sebagainya. Itulah kasih karunia Allah yang tidak terbatas bagi semua orang. Kerajaan Allah bukan terdiri dari kata-kata melainkan kuasa (1 Kor. 4:20). Dan kuasa Allah itu secara penuh tersimpan di balik kematian dan kebangkitan Yesus Kristus. Banyak orang memberitkan jalan keselamatan di luar kematian dan kebangkitan Yesus. Jelas berita tersebut tidak mengandung keselamatan dan kuasa Allah. Apa gunanya sebuah berita yang katanya berasal dari Allah jika di dalamnya tidak ada kuasa?

Kematian dan kebangkitan Yesus sebagai berita atau kabar baik telah dicatat dalam kitab Kisah Para Rasul. Di dalam kitab inilah bisa ditemukan catatan lengkap dan jelas bagaimana Injil diberitakan dan disebarkan. Penginjilan dimulai rasul-rasul. Petrus memberitakan Injil untuk pertama kali di hadapan berbagai suku bangsa yang datang untuk merayakan hari raya Pentakosta orang Yahudi. Ribuan orang menerima Yesus dan diselamatkan sehingga terbentuklah jemaat Yerusalem atau sering disebut jemaat mula-mula (Kis. 2:14-40). Dengan jelas dan tedas Petrus memfokuskan pemberitaannya pada kematian dan kebangkitan Yesus. Pilipus memberitakan Injil di Samaria (Kis. 8:4-25) dan kepada sida-sida dari Etiopia sehingga tanah Etiopia menerima keselamatan (Kis. 8:26-40). Penginjilan Petrus kepada keluarga Kornelius, si perwira Roma, dan lain sebagainya. Dalam setiap pemberitaan Injil bukan saja banyak orang diselamatkan, tetapi terjadi banyak perbuatan ajaib dari Allah.

Jemaat Yerusalem mengalami perkembangan yang luar biasa. Para rasul berhasil mendidik semua anggota jemaat di dalam kebenaran. Tetapi sayang, pekabaran Injil dilakukan hanya sekitar Yerusalem saja. Para rasul dan orang percaya masih enggan memberitakan Injil kepada bangsa-bangsa lain. Padahal Yesus Kristus dalam amanat agung-Nya menghendaki supaya Injil diberitakan sampai ke ujung bumi (Kis. 1:8). Oleh sebab itu Tuhan mengijinkan penganiayaan atas jemaat Yerusalem sehingga banyak orang percaya lari dari Yerusalem dan mulai memberitakan Injil kepada bangsa-bangsa lain. Mereka adalah orang-orang percaya diaspora.

Untuk menggenapi pemberitaan Injil sampai ke ujung bumi Yesus Kristus juga memilih dan mengangkat seorang bernama Paulus untuk melanjutkan visi penginjilan tersebut. Paulus, seorang mantan Farisi yang kejam tetapi pintar dan cemerlang, dipilih Allah secara khusus sebagai alat untuk memberitakan Injil kepada bangsa-bangsa. Pengutusan Paulus terjadi secara spontan dan tiba-tiba ketika Paulus pergi ke Damsyik dengan tujuan membinasakan orang-orang percaya. Di tengah perjalanan Yesus Kristus yang sudah bangkit mencegah rencana itu. Paulus menjadi buta karena melihat cahaya yang sangat menyilaukan. Tetapi peristiwa itu dipakai Yesus untuk membuat Paulus bertobat dan bahkan dipilih untuk menggenapi rencana-Nya memberitakan keselamatan kepada bangsa-bangsa. Secara resmi Paulus diutus dari Antiokia. Jemaat di sana disebut jemaat Antiokia dengan visi dan misi penginjilan lintas bangsa-bangsa. Beberapa kali Paulus mengadakan perjalanan penginjilan dan menghasilkan banyak petobat baru yang berasal dari bangsa-bangsa yang bukan Yahudi. Sebagaimana Tuhan mengadakan banyak mujizat di jemaat Yerusalem, demikian juga Dia melakukannya dalam pelayanan penginjilan yang dilakukan oleh Paulus dan tim. Itulah makna kematian dan kebangkitan Yesus sebagai berita keselamatan.

Sampai sekarang pemberitaan Injil terus dilakukan. Meskipun ada banyak pemerintahan yang terang-terangan menolak berita keselamatan masuk ke negaranya, tetapi tidak mungkin kuasa manusia mampu mebendungnya karena Injil itu adalah kuasa Allah. Dan kuasa yang sama menyertai setiap orang yang mau memberitakannya. Hal itu telah terbukti. Pada zaman lampau Roma adalah pusat pemerintahan dunia kafir yang sangat berkuasa (Imperium Romanum). Roma menguasai dan menghegemoni seluruh dunia dengan kekuatan militer, politik dan agama. Kaisar dianggap sebagai tuhan yang harus disembah dan kematian diancamkan bagi orang-orang yang menentang. Tetapi ternyata kuasa kekaisaran yang hebat itu mampu diterobos kuasa Allah dan menghancurkan kesombongan kuasa manusia melalui berita Injil. Akhirnya Injil bertumbuh dan berkembang di sana. Itu sebabnya Paulus menuliskan surat kepada orang-orang di Roma: “Sebab aku mempunyai keyakinan yang kokoh dalam Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya...(Rom 1:16). Bukan kuasa kaisar!

3. SEBAGAI DOKTRIN
Sisi lain menyangkut kematian dan kebangkitan Yesus yang sangat penting adalah muatan doktrinalnya. Doktrin kematian dan kebangkitan Yesus menjadi sangat penting untuk mengokohkan keimanan orang percaya. Bagaikan sebuah pondasi dan tembok yang kokoh, demikianlah doktrin memberi pagar perlindungan kepada semua orang percaya dari serangan doktrin-doktrin palsu. Dunia ini dimana orang percaya berada dipenuhi dengan pemikiran filsafat dan agama yang tidak percaya pada kematian dan kebangkitan Yesus. Pemikiran-pemikiran mereka sangat berbahaya bagi keimanan orang percaya. Bahkan mereka tidak pernah berhenti menyerang orang-orang percaya dengan pikiran yang menyesatkan. Untuk menangkal semua itu Paulus dipakai Tuhan untuk menegakkan doktrin, terutama doktrin kematian dan kebangkitan Yesus. Dari semua penulis kitab perjanjian baru dialah yang paling banyak mengajar jemaat secara doktrinal.

Kita akan semakin menyadari dan menghargai Alkitab karena berisi hikmat Tuhan yang tidak terukur. Tuhan mempersiapkan hamba-hamba-Nya sesuai dengan tugas masing-masing. Jika Matius, Markus, Lukas dan Yohanes sebagai penulis Injil sebagai fakta, rasul-rasul memberitakan Injil di Yerusalem sekitarnya dan Paulus meneruskan berita keselamatan sampai ke ujung bumi. Paulus juga dipercaya Tuhan untuk mengajarkan berbagai doktrin terutama doktrin kematian dan kebangkitan Yesus. Doktrin inilah yang menjadi fokus dalam kitab Roma yang ditulis Paulus. Tanpa kitab Roma, gereja akan lemah dan gampang hancur. Kehancuran sebuah jemaat selalu diawali dari kehancuran doktrinalnya yang berimbas pada kehancuran kekudusan moralitas dan sosialnya. Apa yang terjadi dalam jemaat Korintus dan Galatia adalah bukti betapa lemahnya jemaat-jemaat tersebut dalam doktrin. Itu sebabnya jemaat-jemaat tersebut gampang disesatkan oleh angin pengajaran sesat.

Dalam suratnya kepada jemaat Korintus Paulus mengingatkan: “Oleh Injil itu kamu diselamatkan, asal kamu teguh berpegang padanya, seperti yang telah kuberitakan kepadamu--kecuali kalau kamu telah sia-sia saja menjadi percaya” (1 Kor. 15:2). Paulus mengingatkan jemaat itu karena banyak di antara mereka yang sudah melupakan dan tidak mempercayai kematian dan kebangkitan Yesus. Inilah buktinya: “Jadi, bilamana kami beritakan, bahwa Kristus dibangkitkan dari antara orang mati, bagaimana mungkin ada di antara kamu yang mengatakan, bahwa tidak ada kebangkitan orang mati?” (1 Kor. 15:12). Pergaulan yang buruk, yaitu berkomromi dengan pengajaran kafir telah merusak pemahaman jemaat Korintus mengenai kematian dan kebangkitan (1 Kor. 15:33). Jemaat itu sangat lemah secara doktrin! Inilah salah satu alasan mengapa Paulus menuliskan surat kepada jemaat Korintus.

Hal yang sama juga terjadi kepada jemaat Galatia. Paulus mengatakan: “Aku heran, bahwa kamu begitu lekas berbalik dari pada Dia, yang oleh kasih karunia Kristus telah memanggil kamu, dan mengikuti suatu injil lain, yang sebenarnya bukan Injil. Hanya ada orang yang mengacaukan kamu dan yang bermaksud untuk memutarbalikkan Injil Kristus” (Gal. 1:6-7). Rupa-rupanya jemaat ini juga telah disesatkan orang-orang tertentu dengan memutarbalikkan makna Injil sejati. Ini membuktikan betapa hebat kuasa penyesatan itu dan betapa doktrin tentang kematian dan kebangkitan Yesus di dalam jemaat itu. Dapat dibayangkan kemampuan para penyesat ini untuk menyesatkan. Selagi rasul Paulus masih hidup dan mengawasi jemaat-jemaat yang dirintisnya, khususnya jemaat Galatia, ternyata penyesatan telah berhasil menghancurkan dasar keimanan nmereka. Bagaimana pula dengan jemaat-jemaat zaman sekarang?

Itulah alasannya mengapa doktrin sangat penting. Kematian dan kebangkitan Yesus sebagai doktrin secara panjang lebar dan mendalam diuraikan oleh Paulus dalam suratnya kepada jemaat Roma. Oleh sebab itu gereja sepanjang zaman harus senantiasa mempelajari kitab Roma untuk mengokohkan dan memagari jemaat dengan doktrin supaya dapat bertahan dari serangan angin pengajaran yang sangat ganas. Sayang, banyak gereja yang tidak perduli dengan doktrin. Mereka lebih cenderung dan gandrung pada pengalaman-pengalaman spiritual yang fenomenal. Baahkan banyak gereja yang alergi dan a priori jika berbicara doktrin. Gereja seperti ini tidak akan kuat dan kokoh dalam menghadapi berbagai hembusan angin pengajaran yang menyesesatkan. Tanpa doktrin, sejak awal sebuah gereja sudah hancur!

Kitab Roma adalah kitab yang menyajikan doktrin yang sangat penting bagi gereja. Sebagian besar kitab ini berisi doktrin, khususnya doktrin tentang kematian dan kebangkitan Yesus. Paulus menulis: “Atau tidak tahukah kamu, bahwa kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis dalam kematian-Nya? Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru. Sebab jika kita telah menjadi satu dengan apa yang sama dengan kematian-Nya, kita juga akan menjadi satu dengan apa yang sama dengan kebangkitan-Nya” (Rom. 6:3-5).

Perhatikan baik-baik. Paulus membuat sebuah argumentasi tentang makna kematian dan kebangkitan Yesus Kristus sebagai doktrin. Kata kunci adalah: “mati dan bangkit.” Kematian Yesus adalah sebuah pola (pattern). Semua orang percaya mengikuti pola ini. Semua orang percaya pada dasarnya sudah mati dan bangkit bersama Yesus. Arti mati dan bangkit bukan secara pisik atau jasmani melainkan rohani. Dengan kata lain, kematian dan kebangkitan orang percyaa adalah identifikasi kematian dan kebangkitan Yesus. Ketika kita percaya, maka kenyataan rohani ini menjadi bagian kita. Melalui iman, kita bisa mengerti dan melihat bahwa sebenarnya kita sudah mati bersama Yesus. Sedangkan tujuannya adalah: “Karena kita tahu, bahwa manusia lama kita telah turut disalibkan, supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya, agar jangan kita menghambakan diri lagi kepada dosa. Sebab siapa yang telah mati, ia telah bebas dari dosa” (Rom. 6:6-7).

Ayat ini menjelaskan ketika Yesus disalib, manusia lama orang percaya juga turut tersalib. Di salib itu tubuh dosa (manusia lama) kita mengalami kematiannya. Dengan matinya manusia lama, maka dosa juga mati dan kehilangan kuasanya atas hidup orang percaya. Setelah memahami dan mengalami fakta kematian Yesus, orang-orang percaya tidak perlu menghambakan diri kepada dosa. Bagaimana mungkin menghamba kepada dosa? Bukankah mereka sudah mati? Orang yang sudah mati tidak lagi meresponi dosa. Demikianlah arti pentingnya doktrin kematian atau penyaliban Yesus. Ketika doktrin penyaliban ini dipahami maka orang percaya tidak perlu tergoda untuk mengikuti doktrin sesat yang diajarkan oleh guru-guru palsu yang gentayangan di sekitar kita.

Selanjutnya Paulus menuliskan: “Jadi jika kita telah mati dengan Kristus, kita percaya, bahwa kita akan hidup juga dengan Dia.Karena kita tahu, bahwa Kristus, sesudah Ia bangkit dari antara orang mati, tidak mati lagi: maut tidak berkuasa lagi atas Dia” (Rom. 8:9). Kebangkitan Yesus juga dijadikan sebagai doktrin satu paket dengan kematian-Nya . Sama halnya dengan kematian-Nya, Kebangkitan Yesus juga merupakan pola. Kebangkitan orang-orang percaya adalah identifikasi kebangkitan Yesus. Sebagaimana Kristus telah bangkit, semua orang percaya juga bangkit bersama Dia secara rohani yang kelak diikuti kebangkitan tubuh. Meskipun suatu saat orang percaya mati, tetapi sifatnya hanya sementara saja karena tiba saatnya orang percaya yang mati akan bangkit dari kubur dan menerima tubuh yang baru yaitu tubuh kebangkitan.
Tubuh ini tidak akan pernah mati lagi. Doktrin kematian dan kebangkitan dilambangkan oleh baptisan air. Baptisan air adalah prosesi ritual yang menggambarkan makna kematian dan kebangkitan Yesus. Dalam baptisan air, saat seseorang dibenamkan ke dalam air, itu menggambarkan kematian (penguburan) dan keluarnya orang itu dari air adalah gambaran dari kebangkitan. Oleh sebab itu ritual baptisan selam lebih tepat menggambarkan kematian dan kebangkitan dari pada bentuk baptisan lain.

Kematian dan kebangkitan Yesus sebagai doktrin sangat penting bagi jemaat. Dengan memahami dan menyadari pentingnya doktrin ini, maka setiap orang percaya akan mengakar di dalamnya sehingga tidak gampang digoyang oleh pengajaran sesat. Semua pengajaran sesat akan layu dan tidak berkutik ketika orang percaya berdiri kokoh dalam doktrin ini. Tidak ada penulis Alkitab perjanjian baru yang menulis doktrin kematian dan kebangkitan Yesus selain rasul Paulus. Oleh sebab itu gereja tidak boleh lalai untuk mengajarkan doktrin yang sangat penting ini kepada seluruh anggota jemaat. Kokoh tidaknya keimanan jemaat tergantung apakah gereja lokal mengajar doktrin Alkitab dengan benar. Angin pengajaran yang palsu tidak akan mampu menghancurkan keimanan orang percaya yang telah berakar kuat dalam doktrin ini.

SEBAGAI GAYA HIDUP
Dimensi keempat dari makna kematian dan kebangkitan Yesus adalah sebagai gaya hidup (lifestyle). Kematian dan kebangkitan Yesus harus senantiasa diaktualisasi dalam hidup sehari-hari. Paulus menulis: “Kami senantiasa membawa kematian Yesus di dalam tubuh kami, supaya kehidupan Yesus juga menjadi nyata di dalam tubuh kami” (2 Kor. 4:10). Kata “senantiasa” menjadi jaminan kehidupan Yesus nyata dalam hidup orang-orang percaya. Sering sekali orang percaya lupa untuk senantiasa membawa kematian Yesus dalam tubuh mereka sehingga gagal menjadi serupa dengan gambar Yesus. Perhatikan kata-kata “membawa kematian dalam tubuh.” Dalam bahasa Inggris ditulis: “always carrying about in the body the dying...” (KJV). Artinya Paulus senantiasa membawa kematian Yesus dalam tubuhnya.

Untuk memahami lebih jauh ada baiknya merenungkan firman Tuhan ini:

“Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam aku sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik. Sebab kehendak memang ada di dalam aku, tetapi bukan hal berbuat apa yang baik. Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat. Jadi jika aku berbuat apa yang tidak aku kehendaki, maka bukan lagi aku yang memperbuatnya, tetapi dosa yang diam di dalam aku. Demikianlah aku dapati hukum ini: jika aku menghendaki berbuat apa yang baik, yang jahat itu ada padaku. Sebab di dalam batinku aku suka akan hukum Allah, tetapi di dalam anggota-anggota tubuhku aku melihat hukum lain yang berjuang melawan hukum akal budiku dan membuat aku menjadi tawanan hukum dosa yang ada di dalam anggota-anggota tubuhku. Aku, manusia celaka! Siapakah yang akan melepaskan aku dari tubuh maut ini? Syukur kepada Allah! oleh Yesus Kristus, Tuhan kita. Jadi dengan akal budiku aku melayani hukum Allah, tetapi dengan tubuh insaniku aku melayani hukum dosa” (Rom. 7:15-25).

Firman Tuhan di atas jelas dan mudah dimengerti. Ayat-ayat tersebut memberitahu kepada kita bahwa Rasul Paulus juga mengalami kesulitan dalam menghadapi keinginan berdosa yang masih melekat pada tubuhnya. Oleh sebab itu dia menjerit bagaimana cara melepaskan diri dari tubuh dosanya. Tetapi akhirnya dia menemukan jawabannya. Hanya Yesus Kristuslah yang sanggup melepaskannya dari tubuh dosanya. Dia mengerti rahasia hidup berkemenngan atas keinginan daging atau tubuhnya. Rahasianya adalah Yesus Kristus yang mati dan bangkit. Pengalaman kebenaran inilah yang mendorong Paulus untuk menuliskannya kembali kepada jemaat Korintus. Demikian juga orang-orang percaya masa kini. Mereka akan berkemenangan jika kematian dan kebangkitan Yesus diterapkan dan menjadi gaya hidup:“Kami senantiasa membawa kematian Yesus di dalam tubuh kami, supaya kehidupan Yesus juga menjadi nyata di dalam tubuh kami” (2 Kor. 4:10). Tidak ada jalan lain.

WARNING

Why. 1:17-18
Ketika aku melihat Dia, tersungkurlah aku di depan kaki-Nya sama seperti orang yang mati; tetapi Ia meletakkan tangan kanan-Nya di atasku, lalu berkata: "Jangan takut! Aku adalah Yang Awal dan Yang Akhir, dan Yang Hidup. Aku telah mati, namun lihatlah, Aku hidup, sampai selama-lamanya dan Aku memegang segala kunci maut dan kerajaan maut (to be continued...).

SOLUSI DOSA (8): LAHIR KEMBALI


Lahir atau dilahirkan kembali adalah istilah yang digunakan Yesus Kristus untuk menyatakan kehidupan yang berbeda dari kehidupan pertama saat seseorang dilahirkan. Dilahirkan kembali disebut juga lahir baru. Kelahiran yang pertama berasal dari rahim seorang ibu sedangkan lahir kembali berasal dari Allah. Makna dilahirkan kembali pernah diucapkan dan ditujukan Yesus Kristus kepada seorang pengajar agama Yahudi bangsa Israel bernama Nikodemus. Pada suatu saat Nikodemus datang kepadaYesus untuk berdialog dengan. Ada sesuatu yang hendak disampaikan Nikodmus kepada Yesus.

Inilah dialog tersebut:
Adalah seorang Farisi yang bernama Nikodemus, seorang pemimpin agama Yahudi. Ia datang pada waktu malam kepada Yesus dan berkata:

"Rabi, kami tahu, bahwa Engkau datang sebagai guru yang diutus Allah; sebab tidak ada seorangpun yang dapat mengadakan tanda-tanda yang Engkau adakan itu, jika Allah tidak menyertainya."

Yesus menjawab, kata-Nya: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat Kerajaan Allah."

Kata Nikodemus kepada-Nya: "Bagaimanakah mungkin seorang dilahirkan, kalau ia sudah tua? Dapatkah ia masuk kembali ke dalam rahim ibunya dan dilahirkan lagi?"

Jawab Yesus: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah. Apa yang dilahirkan dari daging, adalah daging, dan apa yang dilahirkan dari Roh, adalah roh. Janganlah engkau heran, karena Aku berkata kepadamu: Kamu harus dilahirkan kembali (Yoh. 3:1-7).

Istilah “dilahirkan kembali” untuk pertama sekali disebut dalam dialog ini. Yesus memperkenalkan istilah ini dan menjadi doktrin yang sangat penting dalam kekristenan. Istilah ini tidak dikenal dalam konsep agama. Meskipun mengetahui bahwa Yesus adalah ”guru yang diutus Allah” tetapi sebenarnya Nikodemus belum mengenal Yesus secara benar. Dia hanyalah seorang agamawan dan sama sekali tidak paham hal-hal rohani yang diucapkan Yesus. Dia hanya tahu Yesus sebagai pembuat mujizat dan tanda. Nikodemus tidak mengerti makna “lahir kembali” walaupun dia seorang pengajar agama Yahudi yang sangat terkenal kala itu. Pemahamannya tentang hal-hal rohani berasal dari pemahaman agama. Ketika Yesus mengatakan supaya dilahirkan kembali Nikodemus sama sekali tidak mengerti. Dengan heran dan bingung Nikodemus mengartikan “dilahirkan kembali” sebagai seseorang yang sudah tua masuk ke dalam rahim ibunya dan kemudian lahir untuk kedua kalinya.

Memang demikianlah kenyataannya. Tidak ada satu pun agama di dunia ini yang mengerti apa arti “dilahirkan kembali” apalagi mengajarkannya. Kalau tidak percaya, tanyakanlah hal ini kepada orang yang tidak mengenal Kristus. Mereka pasti tidak mengerti! Ajaran ini tidak berasal dari ajaran agama tetapi dari Yesus kristus, sang Kebenaran, Firman Allah yang hidup. Agama hanya mengajarkan perbuatan baik dan bagaimana cara masuk sorga melalui perbuatan baik tersebut. Oleh sebab itu ajaran agama dengan doktrin kekristenan adalah bertentangan. Mungkin ada agama yang mengimitasi doktrin “dilahirkan kembali” dengan doktrin “reinkarnasi.” Tetapi makna “lahir kembali” dengan “reinkarnmasi” sangat jauh berbeda. Kata reinkarnasi terdiri dari “re” artinya kembali dan “carnation” artinya daging. Secara harfiah arti “reinkarnasi” adalah menjadi atau menjelma kembali menjadi mahluk lain setelah seseorang mati. Kata reinkarnasi bisa bersifat gradatif dan degradatif. Artinya, seseorang yang sudah meninggal, ketika lahir kembali bisa terdegradasi menjadi seekor binatang jika selama hidup perbuatan orang itu jahat dan bisa pula menjadi seorang dewa jika selama hidupnya ia berbuat baik. Demikianlah seterusnya doktrin ini berpuitar putar bagaikan lingkaran tanpa ujung pangkal. Sedangkan menurut Yesus Kristus arti “lahir kembali” adalah “dilahirkan dari air dan Roh” (ay. 5).

Air bermakna firman Tuhan dan Roh adalah Roh Allah sendiri. Alkitab sudah mencatatkan bahwa manusia pertama diciptakan dari bahan tanah yang dihembusi dengan nafas Allah yaitu Roh Allah. Nafas Allah dihembuskan kepada tanah yang telah dibentuk akhirnya hidup dan dikenal sebagai Adam. Tetapi pada akhirnya oleh karena dosa, manusia pertama itu kehilangan kehidupan Allah dan kembali menjadi seonggok daging yang sedang berproses menajdi tanah. Dari benih Adam inilah semua manusia dilahirkan, benih yang sudah dicemari dosa. Itulah kelahiran yang pertama. Nikodemus, Anda dan saya mewarisi kelahiran pertama tersebut. Jadi, ketika Yesus mengatakan “harus dilahirkan kembali” kepada Nikodemus sebagai syarat untuk masuk dalam kerajaan sorga, perkataan itu ditujukan juga kepada Anda dan saya jika ingin masuk ke dalam kerajaan-Nya.

Alkitab mengatakan: “Saudara-saudara, inilah yang hendak kukatakan kepadamu, yaitu bahwa daging dan darah tidak mendapat bagian dalam Kerajaan Allah dan bahwa yang binasa tidak mendapat bagian dalam apa yang tidak binasa” (1 Kor. 15:50). Semua manusia yang pernah dilahirkan ke dunia ini terdiri dari daging dan darah. Oleh sebab itu manusia hanya mewarisi kehidupan fana yang akan binasa. Tanpa kelahiran kembali, Anda dan saya mustahil masuk ke dalam kerajaan kekal. Jangan berspekulasi dalam hidup ini. Jika Anda dan saya menyadari terbuat dari daging dan darah, itu berarti Anda dan saya mustahil diizinkan masuk ke dalam kerajaan sorga tanpa kelahiran kembali. Manusia tidak bisa mengandalkan agama dan menjadikannya jalan keselamatan. Jika belum dilahirkan kembali, Allah pasti menolak Anda dan saya. Jadi “dilahirkan kembali” menjadi ajaran Kristus yang sangat penting sekali.

Ada kesenjangan yang mahalebar antara kualitas hidup orang yang belum dilahirkan kembali dengan kualitas kerajaan sorga. Meskipun manusia memiliki dimensi roh yang sifatnya kekal, tetapi oleh karena dosa roh itu cemar dan tidak sepadan dengan Allah yang Mahakudus. Kecemaran dengan kekudusan terpisah bagaikan air dan minyak. Manusia terbuat dari darah daging dan hanya cocok untuk kehidupan di dunia ini. Manusia terbuat dari materi tanah yang di dalamnya bersemayam roh manusia berdosa. Ketika manusia mati maka ia kembali menjadi tanah dan rohnya masuk dalam kekekalan. Jika orang itu belum dilahirkan kembali dari air (firman Allah yang hidup yaitu Yesus Kristus) dan Roh, maka dia mustahil diterima dalam kerajaan-Nya. Tetapi jika orang itu telah dilahirkan kembali, itu berarti roh yang dulu mati dan cemar, dihidupkan kembali dan dikuduskan. Hal itu hanya dimungkinkan terjadi melalui IMAN. Ketika orang itu mati, tubuhnya memang kembali menjadi tanah tetapi rohnya yang sudah hidup, diampuni dan dikuduskan akan kembali kepada Allah dan diterima di dalam kerajaan-Nya.

Makna dilahirkan kembali adalah diciptakan kembali. Firman Tuhan: “Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya” (Ef. 2:10). Perhatikan kebenaran ini dengan seksama. Di ayat itu dikatakan dua kali Allah mencipta. Pertama, kata “buatan Allah.” Hal ini mengacu pada penciptaan Adam sebagai manusia pertama. Dialah buatan Allah yang pertama (Made in God). Semua manusia, termasuk Anda dan saya adalah keturunan buatan Allah yang pertama yaitu Adam. Tetapi akhirnya buatan Allah yang pertama ini rusak karena dosa. Kedua, kata “diciptakan dalam Kristus Yesus.” Frasa ini bermakna “lahir kembali.” Allah melakukan pencitaan kembali dalam Yesus Kristus.

Dengan demikian semua orang yang percaya adalah hasil ciptaan Allah yang kedua (2 Kor. 5:17). Sebagai ciptaan baru ada kesesuaian kualitas antara orang-orang percaya tersebut dengan kerajaan sorga. Semua orang yang diciptakan di dalam Kristus (lahir kembali) layak bagi sorga. Kebenaran in tampak nyata ketika Yesus berkata: “Tidak seorangpun menambalkan secarik kain yang belum susut pada baju yang tua, karena jika demikian kain penambal itu akan mencabik baju itu, lalu makin besarlah koyaknya.Begitu pula anggur yang baru tidak diisikan ke dalam kantong kulit yang tua, karena jika demikian kantong itu akan koyak sehingga anggur itu terbuang dan kantong itupun hancur. Tetapi anggur yang baru disimpan orang dalam kantong yang baru pula, dan dengan demikian terpeliharalah kedua-duanya"(Mat. 9:16-17).

Kedua ilustrasi ini mempunyai makna yang sama. Keduanya hendak menyatakan perlunya kualitas yang sama dan sepadan antar subyek/obyek yang satu dengan subyek/obyek yang lain. Secarik kain yang masih baru tidak mungkin dijadikan penambal pakaian tua. Sedangkan anggur yang baru tidak mungkin dimasukkan ke dalam kantong anggur yang sudah tua. Jika hal itu dilakukan, maka resikonya adalah kerugian dan kehancuran. Seekor burung sepadan dengan burung yang lain. Burung tidak sepadan dengan manusia. Demikian juga, manusia sepadan dengan manusia tetapi tidak sepadan dengan hewan. Manusia lama yang belum dilahirkan kembali tidak sepadan dengan Allah dan kerajaan-Nya. Tetapi manusia baru, yang dilahirkan kembali dalam Kristus sepadan dengan Allah dan kerajaan-Nya.

Doktrin “lahir kembali” adalah doktrin yang sangat penting dalam kekristenan. Oleh sebab itu doktrin ini harus diberitakan dan diajarkan dengan signifikasi bahwa tanpa kelahiran kembali manuia tidak mungkin diterima oleh Tuhan dalam kerajaan-Nya. Agama tidak mengenal tidak mengerti dostrin ini. Dengan demikian ajaran agama tidak membawa manusia ke kerajaan-Nya. Hanya Yesus Kristuslah yang membawa setiap orang percaya tiba dengan selamat dalam kerajaan sorga. Di dalam Dia doktrin kelahiran kembali ini digenapi. Manusia yang lahir sebanyak dua kali maka dia layak masuk dalam kerajaan sorga, tetapi jika hanya lahir sekali, manusia pasti binasa atau kematian kedua.

WARNING

Tit. 3:4-6
Tetapi ketika nyata kemurahan Allah, Juruselamat kita, dan kasih-Nya kepada manusia,pada waktu itu Dia telah menyelamatkan kita, bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan, tetapi karena rahmat-Nya oleh permandian kelahiran kembali dan oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus,yang sudah dilimpahkan-Nya kepada kita oleh Yesus Kristus, Juruselamat kita (to be continued...).

“SOLUSI DOSA (7): KEKUDUSAN PRAKTIS”

“SOLUSI DOSA (7): KEKUDUSAN PRAKTIS”
Saya percaya para pembaca yang dengan seksama mengikuti sejak awal tulisan ini akan memahami apa yang disebut sebagai asas-asas dasar dalam pengajaran kekristenan khususnya menyangkut keselamatan. Meskipun tidak dibuat sebagai kurikulum, tetapi Alkitab mengandung hikmat Allah dengan muatan pedagogik yang bersifat linier atau garis lurus menuju sebuah titik puncak. Diawali dari berita keselamatan oleh iman dan berproses menuju tujuannya yaitu supaya setiap orang beriman semakin serupa dengan Kristus dalam karakter. Semakin serupa dengan gambar Kristus adalah tujuan akhir dari setiap murid. Orang-orang beriman seperti inilah yang efektif bagi proyek pekerjaan Tuhan secara holistik. Tetapi tujuan ini tidak mungkin diwujudkan jika asas-asas pedagogik Alkitabiah tidak dimengerti dengan baik. Semoga tulisan ini bisa memberikan sedikit banyak pencerahan bagi para pembaca yang ingin menerima keselamatan dan hadiah sorgawi dari Tuhan.

Kembali ke topik pembahasan. Dalam tulisan yang lalu secara panjang lebar telah dijelaskan arti pengudusan. Pengudusan itu didasarkan pada pewahyuan (inspirasi) yang sifatnya progresif. Bermula dari tindakan Allah yang menguduskan Adam dan Hawa dengan cara membuat dan menyematkan cawat kulit binatang (pra hukum Taurat), berlanjut pada imamat bangsa Israel yang dipenuhi dengan nilai-nilai kekudusan Allah (masa hukum Taurat) dan terakhir berpuncak pada penyataan Yesus Kristus sebagai Anak Domba Allah yang dikorbankan untuk pengampunan dosa-dosa manusia (penggenapan hukum Taurat). Setelah Yesus Kristus berkata “sudah selesai” (Yoh. 19:30) maka bayangan pengorbanan Yesus yang menguduskan sebelumnya (pra dan masa hukum Taurat) menjadi jelas dan terang benderang. Inspirasi Allah mengenai pengudusan sudah mencapai puncaknya. Oleh sebab itu tidak ada sesuatu yang perlu ditambahkan ke dalam karya-Nya.

Semua orang yang percaya kepada karya Yesus yang sempurna, secara cuma-cuma dianugerahkan kekudusan yang sempurna pula. Kekudusan yang setara dengan kekudusan Allah. Bayangkan! Ketika Anda dan saya percaya kepada Yesus Kristus, maka kekudusan Anda dan saya setara dengan kekudusan Allah. Itulah kekudusan posisional dan status. Jika bapaknya kudus, maka anak-anaknya pun kudus juga. Semua orang percaya mempunyai hubungan baru dengan Allah. Dia mendapat status dan posisi yang baru sebagai anak Allah melalui iman. Sebagai keluarga Allah, Yesus adalah “yang sulung” dan semua orang pecaya sebagai saudara-Nya. Firman Tuhan: “Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara (Rom. 8:29). Oleh sebab itu posisi dan status orang percaya adalah sama dalam hal kekudusan dengan posisi dan status Yesus Kristus. Bukankah itu ajaib?

Berdasarkan kebenaran ini dengan tegas Paulus mengatakan bahwa semua orang percaya adalah orang kudus. Dia menuliskan: “kepada jemaat Allah di Korintus, yaitu mereka yang dikuduskan dalam Kristus Yesus dan yang dipanggil menjadi orang-orang kudus, dengan semua orang di segala tempat, yang berseru kepada nama Tuhan kita Yesus Kristus, yaitu Tuhan mereka dan Tuhan kita” (1 Kor. 1:2). Posisi dan status orang kudus tidak diberikan karena seseorang melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Tidak pula diberikan oleh institusi tertentu, melainkan karena hanya beriman kepada Yesus Kristus.

Perhatikan ayat ini baik-baik. Kata “dikuduskan” dituliskan dalam bentuk kalimat pasif (pasif voice). Obyek kalimat ini adalah “mereka” yang dikuduskan. Meskipun subyek kalimat tidak disebut dengan jelas, Allah adalah Subyek yang aktif menguduskan dan hal itu dilakukan di “dalam Yesus” bukan karena perbuatan baik atau sejenisnya dan bukan pula diberikan oleh sebuah institusi tertentu. Kata “dikuduskan” membuat obyek pengudusan pasif dan tidak ada indikasi mereka aktif mengupayakannya. Jadi pengudusan yang dilakukan Tuhan kepada setiap orang yang percaya adalah pekerjaan Allah semata. Sekarang menjadi sangat jelas perbedaan kudus menurut pengertian Allah dan pengertian manusia. Kudus menurut Allah terjadi HANYA melalui iman dalam Yesus Kristus.

Lalu, apakah orang-orang yang telah dikuduskan tidak lagi punya tanggungjawab dalam hidup keimanannya. Dengan kata lain, apakah orang-orang kudus bebas melakukan apapun termasuk melakukan hal-hal yang bertentangan dengan kekudusan itu? Banyak orang Kristen mendebat doktrin pengudusan ini dengan alasan jika kekudusan orang percaya hanya dianugerahkan oleh Tuhan, maka akan membuat orang-orang percaya tersebut hidup sembarangan dan sembrono. Mereka akan bebas melakukan dosa. Kelompok ini percaya memang Yesus datang untuk mengampuni dosa. Tetapi jika orang percaya tidak membangun dan mengupayakan kekudusan, maka kelak mereka tidak akan masuk sorga. Benarkah demikian? Mari kita teruskan membahas ayat di atas. Firman Tuhan akan menjawab perdebatan ini dan tidak akan membiarkan terjadi kebingungan.

Perhatikan pula argumentasi berikut ini. Pertama, frasa: “Kepada jemaat Allah di Korintus, yaitu mereka yang dikuduskan dalam Kristus Yesus.” Dengan jelas dan tegas Paulus menyebut semua orang percaya di Korintus sebagai orang kudus meskipun kenyataannya mereka masih banyak melakukan dosa, bahkan dosa-dosa berat. Harap diingat, jemaat Korintus adalah jemaat yang mempunyai banyak kelemahan. Dosa telah merasuki hidup orang-orang percaya di sana. Oleh sebab itu Paulus menuliskan surat berupa teguran keras kepada jemaat itu. Namun demikian Paulus tidak menolak kekudusan posisi mereka. Paulus tidak membuang mereka. Dia masih mengakui mereka sebagai orang kudus. Itu membuktikan bahwa kukudusan posisi dan status kudus itu bersifat kekal karena Allahlah yang menganugerahkan, bukan karena diupayakan. Jika posisi dan status kudus tersebut merupakan upaya jemaat, maka ketika mereka melakukan dosa, hilanglah kekudusan yang telah dibangun. Namun kenyataannya tidak demikian.

Kedua, frasa “yang dipanggil menjadi orang-orang kudus.” Apa artinya? Sekilas frasa ini terlihat kontradiktif atau setidaknya tumpangtindih (overlap) dengan frasa sebelumnya. Bukankah pada frasa pertama semua orang percaya disebut orang kudus? Jika demikian, mengapa Paulus masih menyebut jemaat itu “dipanggil menjadi orang kudus” ? Tidakkah ayat tersebut kontradiktif?
Jika tidak dipahami konsep kekudusan dengan benar, maka memang tampaknya ayat ini kontradiktif. Tetapi kenyataannya tidak demikian. Jika diperhatikan dari struktur kalimat kata “orang yang dikuduskan” pada frasa pertama berbeda dengan “menjadi orang-orang kudus” dalam frasa kedua. Yang pertama ditulis dalam kalimat “past tense” dalam bentuk pasif dan yang kedua “future tense.”
Dengan demikian Paulus memberi dua makna kekudusan:

Pertama, kekudusan posisi dan status. Hal ini sudah dijelaskan di atas. Kekudusan posisi atau status diberikan kepada seseorang melalui iman. Sebagai anak Allah orang tersebut adalah kudus. Kekudusan ini terjadi sekali saja untuk selamanya. Jika Anda dan saya adalah anak, selamanya akan tetap sebagai anak dari bapak dan ibu yang melahirkan kita. Hal itu terjadi seketika dan langsung. Tidak ada satupun hukum atau perbuatan manusia, bahkan perbuatan orangtua atau siapapun, yang bisa memutuskan status dan posisi kita sebagai anak. Jadi, tidak dikenal istilah “mantan anak.” Posisi dan satatus anak adalah untuk selamanya atau permanen. Sekali anak tetap anak, apapun yang terjadi!

Kedua, kekudusan praktis atau kekudusan yang implementatif. Kekudusan dalam frasa kedua ini disebut juga dengan kekudusan praktis dan progresif, yaitu kekudusan yang diwujudkan dalam tindakan atau sikap. Di satu sisi semua orang percaya telah dikuduskan, tetapi di sisi lain mereka juga bertanggungjawab melakukan kehidupan kudus secara praktis. Kekudusan ini terus menerus diupayakan sebagai respons yang wajar dari orang-orang yang sudah dikuduskan secara posisi. Itu sebabnya kekudusan ini bersifat progresif. Makna kekudusan ini akan lebih dipahami melalui ilustrasi berikut ini. Seorang bayi yang baru lahir, status dan posisinya adalah anak dalam sebuah keluarga. Sebagai manusia dia telah sempurna seperti orang tuanya. Tetapi dari perspektif pertumbuhan dia berbeda. Seorang bayi belum sempurna dalam pikiran, sikap dan perbuatan. Dia butuh waktu untuk bertumbuh ke arah kedewasaan.

Orang dewasa adalah orang yang sudah bertumbuh secara pisik, pikiran dan tingkah laku tetapi seorang bayi tentunya belum. Prinsip ini berlaku dalam dunia rohani. Anda dan saya bisa saja gagal mewujudkan kekudusan praktis jika tidak mengalami pertumbuhan. Orang yang tidak bertumbuh akan tetap dikategorikan bayi rohani sebagaimana dialami jemaat Ibrani. Dalam suratnya penulis kitab Ibrani menuliskan: “Sebab sekalipun kamu, ditinjau dari sudut waktu, sudah seharusnya menjadi pengajar, kamu masih perlu lagi diajarkan asas-asas pokok dari penyataan Allah, dan kamu masih memerlukan susu, bukan makanan keras.Sebab barangsiapa masih memerlukan susu ia tidak memahami ajaran tentang kebenaran, sebab ia adalah anak kecil. Tetapi makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa, yang karena mempunyai pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang jahat” (Ibr. 5:12-14).

Dalam konteks inilah Paulus menyebut orang-orang Korintus “dipanggil menjadi (to be) orang kudus.” Suatu panggilan untuk bertumbuh dalam kebenaran, iman dan kekudusan. Semua “orang kudus” harus menunjukkan sikap hidup yang kudus secara praktis. Seperti seorang bayi yang baru lahir, dia harus bertumbuh menuju kedewasaannya. Pertumbuhan ini tidak terjadi sekali saja tetapi berproses secara progresif tanpa henti. Ketika seorang bayi terus menerus mengalami pertumbuhan, maka pada titik tertentu dia akan dewasa. Demikian juga halnya dengan semua orang kudus, akan terus bertumbuh menuju kedewasaannnya yang penuh yaitu semakin serupa dengan gambar Yesus Kristus. Itulah panggilan untuk hidup kudus atau disebut dengan “menjadi orang kudus.” Hal ini menjadi tanggungjawab semua orang kudus tanpa terkecuali.

Meskipun orang percaya telah mencapai kedewasaannya dengan hidup kudus secara praktis, tetapi kekudusan tersebut bukanlah jalan keselamatan. Kekudusan praktis bukanlah syarat seseorang diterima Allah di dalam kerajaan-Nya. Alkitab secara konsisten mengatakan bahwa untuk diterima Allah dalam kerajaan-Nya maka seseorang harus menerima anugerah kekudusan posisi dan status sebagai anak Allah. Satu-satunya cara untuk memiliki kekudusan ini adalah melalui iman dalam Yesus Kristus, bukan melalui pekerjaan dan perbuatan manusia. Sedangkan kekudusan praktis adalah sebagai hasil dari proses pendewasaan. Buah-buah kekudusan yang terlihat dalam kehidupan praktis akan menentukan bagian yang akan mereka terima di dunia dan sorga kelak. Apakah Anda dan saya akan mendapat pujian atau rasa malu saat bertemu dengan Allah tergantung apakah kita berhasil atau tidak membangun kekudusan praktis selama hidup di dunia. Bagaimana dengan Anda? Apakah Anda telah menerima anugerah kekudusan yang posisional? Jika belum, terimalah anugerah itu melalui iman. Apabila sudah, kejarlah kekudusan praktis itu.

WARNING

Ibr. 12:14
Berusahalah hidup damai dengan semua orang dan kejarlah kekudusan, sebab tanpa kekudusan tidak seorangpun akan melihat Tuhan (to be continued...)

“SOLUSI DOSA (6): PENGUDUSAN” (Lanjutan...)

“SOLUSI DOSA (6): PENGUDUSAN” (Lanjutan...)
Allah Mahakudus. Itu benar. Tetapi mengatakan Allah Mahakudus, janganlah karena latah atau copy paste dari perkataan orang lain melainkan berdasarkan pengenalan dan penerimaan pewahyuan (inspirasi). Pewahyuan adalah Allah telah bertindak untuk menyatakan siapa diri-Nya. Dan salah satu hal paling penting dari pewahyuan itu adalah kekudusan-Nya. Topik tersebut telah dibahas secara panjang lebar. Kekudusan Allah terlihat dalam tindakan-Nya ketika melepaskan cawat Adam dan menggantikannya dengan cawat buatan Allah yang terbuat dari kulit binatang. Dalam peristiwa itu kekudusan Allah telah dinyatakan. Kematian binatang yang diambil kulitnya adalah prototipe dari pengorbanan Yesus Kristus yang menyucikan dosa-dosa manusia, sekaligus sebagai nubuat yang telah digenapi dua ribu tahun yang lalu ketika Yesus disalibkan.

Kekudusan Tuhan juga terlihat dengan jelas dalam perintah hukum Taurat dan prosesi ibadah umat Israel di Bait Suci Musa menurut imamat Lewi. Baik perintah hukum Taurat maupun prosesi ibadah, MUTLAK harus didekati berdasarkan kekudusan umat-Nya. Sebelum beribadah mereka harus dikuduskan lebih dulu. Demikian juga seorang imam harus dikuduskan lebih dahulu sebelum melakukan tugas keimamannya. Jika aturan ini dilanggar maka akibatnya fatal yaitu kematian baik jemaat maupun imam tersebut. Karakter dan atribut Allah yang paling ditakuti oleh umat Israel adalah kekudusan-Nya. Oleh sebab itu bangsa itu menyebut Allah dengan nama YAHWE. Tidak ada kompromi dan toleransi bagi mereka yang tidak mengindahkan arti kekudusan Allah. Kita diingatkan oleh dua orang putera imam besar Harun, Nadab dan Abihu, yang mati disambar api Tuhan karena tidak mengindahkan kekudusan-Nya ketika mereka melaksanakan tugas keimaman.

Alkitab mencatatkan ceritanya sebagai berikut:
Kemudian anak-anak Harun, Nadab dan Abihu, masing-masing mengambil perbaraannya, membubuh api ke dalamnya serta menaruh ukupan di atas api itu. Dengan demikian mereka mempersembahkan ke hadapan TUHAN api yang asing yang tidak diperintahkan-Nya kepada mereka. Maka keluarlah api dari hadapan TUHAN, lalu menghanguskan keduanya, sehingga mati di hadapan TUHAN.Berkatalah Musa kepada Harun: "Inilah yang difirmankan TUHAN: Kepada orang yang karib kepada-Ku Kunyatakan kekudusan-Ku, dan di muka seluruh bangsa itu akan Kuperlihatkan kemuliaan-Ku." Dan Harun berdiam diri (Imamat 10:1-3).

Reaktivitas dan murka Allah yang mengerikan tampak dalam cerita di atas. Sebuah reaksi yang lahir dari kekudusan-Nya yang tidak bisa dipandang rendah dan dilecehkan umat-Nya atau siapapun. Mungkin secara manusia kesalahan mereka sangat sepele yaitu mempersembahkan “api asing” di hadapan Tuhan. Bagi Tuhan perbuatan kedua orang anak Harun tersebut adalah masalah yang sangat serius dan fatal karena mereka telah menyerang kekudusan-Nya. Bandingkanlah antara kekudusan dengan kebenaran Allah dari perspektif resiko. Ada banyak dosa serius, seperti perzinahan, yang sering dilakukan oleh umat-Nya tetapi murka Allah tidak turun seketika. Namun reaktivitas dan murka Tuhan akan terjadi seketika dan langsung jika bangsa itu beserta para imam melanggar kekudusan-Nya. Kematian tragis Nadab dan Abihu adalah contoh.

Oleh sebab itu Allah berfirman: “Berbicaralah kepada segenap jemaah Israel dan katakan kepada mereka: Kuduslah kamu, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, kudus” (Imamat 19:2). Seruan yang sama masih tetap berlaku sampai sekarang. Setiap orang yang mengatakan dirinya beribadah kepada Allah yang Mahakudus, haruslah memperhatikan kekudusannya. Tetapi anehnya, kekudusan itu tidak pernah bisa dikerjakan oleh tangan manusia. Sebagaimana umat Israel yang dikuduskan melalui penyembelihan hewan korban yang dikhususkan untuk itu demikian juga pengudusan bagi setiap orang percaya masa kini. Allah telah menyediakannya di dalam Yesus. Allah hanya akan menerima oranglah dikuduskan darah Yesus, di luar itu pasti ditolak.

Mungkin ada orang yang bertanya, mengapa keadaan seperti dulu tidak terjadi lagi pada masa kini? Bukankah banyak orang yang dosanya belum diampuni berani “datang” di hadapan Tuhan? Dengan kata lain, mengapa dosa-dosa serius yang dilakukan manusia masa kini tidak diganjar dengan murka yang menyala-nyala? Apakah Allah sudah menurunkan standar kekudusan-Nya sehingga reaktivitas dan murka-Nya hilang? Tentu jawabnya tidak! Pada masa perjanjian lama reaktivitas dan murka Tuhan akan reda dan hilang ketika umat dan hamba-hamba-Nya dikuduskan lebih dahulu sebelum beribadah dan melayani di bait Suci. Di sanalah hewan-hewan yang dikorbankan berperan. Melalui pemercikan darah hewan-hewan itu dosa mereka diampuni dan dikuduskan sehingga murka dan amarah Tuhan yang Mahahebat itu tidak membunuh mereka. Bukan hanya itu, darah hewan yang dikorbankan menjadi jaminan semua umat diterima di hadirat-Nya.

Semua itu menggambarkan dan merupakan bayangan karya Yesus sebagai Anak Domba Allah yang dikorbankan untuk menghapus dosa-dosa manusia. Darah-Nya menyucikan secara sempurna dosa orang-orang yang percaya kepada-Nya. Itulah satu-satunya cara pengudusan yang disediakan Tuhan. Oleh sebab itu reaktivitas dan murka Allah yang menyala-nyala diredakan, bahkan hilang, atas setiap orang yang dikuduskan darah-Nya. Hal itu telah digenapi secara sempurna dalam diri Yesus Kristus. Wahyu sudah genap. Dengan demikian wahyu telah sempurna. Di luar Yesus Kristus sebagai wahyu dan imamat Allah yang terakhir dan sempurna adalah kebohongan iblis. Iblislah yang telah memberi “hikmat” menggunakan cawat daun ara untuk menutupi ketelanjangan mereka ganti cawat kulit binatang. Iblis pulalah yang menebar kebohongan dengan berkata dosa manusia bisa dihapus oleh agama dan perbuatan baik ganti korban Yesus yang tersalib. Dan kebohongan itu terus berlanjut hingga kiamat tiba.

Renungkanlah firman Tuhan ini: “...tanpa penumpahan darah tidak ada pengampunan” (Ibr. 9:22). Jika demikian, bagaimana mungkin manusia bisa diampuni dan dikuduskan dari segala dosanya jika tidak ada korban untuk itu? Apabila seseorang berdoa: “Ya, Allah...ampunilah dosa-dosaku...” Apa jaminan bahwa Allah menghapus dosa-dosa orang tersebut? Apakah kata-kata manusia yang disampaikan dengan indah bisa memberi kelegaan karena Allah sudah dipastikan memberi ampunan-Nya? Jawabnya TIDAK. Allah hanya akan mengampuni dosa-dosa apabila seseorang dengan iman datang menghampiri tahta kasih karunia Allah yaitu Yesus yang tersalib. Tanpa penumpahan darah Yesus, tidak ada pengampunan. Dan salah satu arti pengampunan itu adalah pengudusan.

Pengudusan yang disingkapkan Allah melalui karya Yesus Kristus menyatakan tidak ada kemungkinan bagi manusia untuk menguduskan dirinya sendiri. Di kalangan orang percaya telah terjadi perdebatan sengit mengenai topik ini. Sebagian mengatakan bahwa Allah hanya menerima orang yang menguduskan dirinya sendiri. Mereka berdalih dengan ayat in. sebab ada tertulis: “Kuduslah kamu, sebab Aku kudus” (1 Pet. 1:16). Menurut mereka orang percaya yang tidak menguduskan dirinya tidak akan diterima oleh Allah. Jika orang itu mati, maka neraka menjadi tempatnya yang pasti. Pemikiran seperti itu dipengaruh konsep agama sebagaimana telah dijelaskan secara panjang lebar dalam tulisan ini. Mereka tidak menyadari bahwa tuntutanTuhan akan kekudusan adalah mutlak dan sempurna bagi setiap orang yang ingin diterima Allah.Dengan kata lain, kekudusan yang diterima Allah harus sesuai dengan standar Allah sendiri. Kurang dari itu mustahil diterima!

Tetapi, siapakah di antara manusia yang sanggup membangun kekudusan yang memenuhi standar Allah yang tiada terbatas itu? Mampukah manusia membangun kekudusan setara dengan kekudusan Allah? Bisakah manusia membangun kekudusan sampai ke langit? Harap diingat kembali, kematian Nadab dan Abihu yang mati hangus terbakar disambar api Tuhan tampaknya disebabkan dosa kecil dan sepele. Padahal sejatinya dosa mereka sangat berat karena tidak memenuhi standar kekudusan Allah. Demikian sempurnanya kekudusan dan tuntutan Tuhan itu. Siapakah yang mampu memenuhinya? Allah tidak akan pernah menurunkan standar kekudusan-Nya sedikit pun sehingga setiap orang memiliki kemampuan dan kemungkinan dapat mencapai kekudusan-Nya. Berapa banyak pendeta yang mengajarkan hal tersebut? Mereka mengajarkan supaya orang percaya berusaha membangun kekudusan dan menjadikannya sebagai dasar penerimaan Tuhan. Pengajaran seperti itu adalah sesat dan melahirkan kemunafikan! Mereka sadar tidak akan mampu mencapai kekudusan Allah tetapi tetap melakukannya. Bukankah itu kemunafikan?

Berhentilah membangun kekudusan. Terimalah kekudusan yang telah dibuat dan disediakan oleh Allah di dalam Yesus Kristus. Terimalah dengan IMAN. Hanya Yesus Kristus sajalah yang sanggup memenuhi tuntutan kekudusan Allah. Perbuatan dan amal baik manusia adalah gombal di hadapan Tuhan. Yesaya mengatakan: “Demikianlah kami sekalian seperti seorang najis dan segala kesalehan kami seperti kain kotor; kami sekalian menjadi layu seperti daun dan kami lenyap oleh kejahatan kami seperti daun dilenyapkan oleh angin” (Yes. 64:6). Dengan IMAN kekudusan dan penerimaan Tuhan menjadi nyata. Jangan terjebak dengan konsep agama. Tinggalkan cara itu dan berlarilah ke tahta kasih karunianya selagi masih tersedia wakti bagi kita. Jika Anda dan saya sudah mati, tidak akan ada kesempatan kedua.

Anda dan saya tidak bisa mempersembahkan kain kotor kepada Tuhan. Pencapaian Anda dan saya akan kekudusan adalah gombal. Hanya kekudusan Yesus yang memenuhi standar kecemerlangan kekudusan Allah. Dengan mempercayai Yesus maka kekudusan Allah dianugerahkan sehingga kekudusan setiap orang percaya mencapai standar kekudusan Tuhan. Jangan melecehkan Tuhan dengan mempersembahkan kehidupan yang telah cemar dan najis dengan berfikir perbuatan dan amal baiknya akan diterima Allah. Jika orang percaya pun mustahil mencapai standar kekudusan Tuhan, bagaimana lagi mereka yang tidak percaya? Firman Tuhan: “Bagi orang najis dan bagi orang tidak beriman suatupun tidak ada yang suci, karena baik akal maupun suara hati mereka najis” (Tit. 1:15). Tegakah Anda mempersembahkan kenajisan di hadapan Tuhan oleh ketiadaan iman? BUAT SAUDARAKU YANG KEKASIH DALAM YESUS KRISTUS, SELAMAT PASKAH 2013.

WARNING

Ibr. 9:13-14
Sebab, jika darah domba jantan dan darah lembu jantan dan percikan abu lembu muda menguduskan mereka yang najis, sehingga mereka disucikan secara lahiriah, betapa lebihnya darah Kristus, yang oleh Roh yang kekal telah mempersembahkan diri-Nya sendiri kepada Allah sebagai persembahan yang tak bercacat, akan menyucikan hati nurani kita dari perbuatan-perbuatan yang sia-sia, supaya kita dapat beribadah kepada Allah yang hidup (to be continued...).

“SOLUSI DOSA (5): PENGUDUSAN”

“SOLUSI DOSA (5): PENGUDUSAN”
Di samping Mahabenar sebagaimana telah dibahas dalam tulisan yang lalu, atribut Allah yang lain adalah Mahakudus. Kekudusan Allah sama mutlak dengan kebenaran-Nya. Kekudusan, kebenaran, kekuasaan, kasih dan berbagai atribut Allah lainnya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan menjadi sifat atau karakter Allah yang utama. Selain ketidak-benaran, dosa juga mengakibatkan ketidak- kudusan manusia. Oleh karena dosa, manusia menjadi najis dan cemar. Kenajisan dan kecemaran membuat manusia terpisah dari Allah yang Mahakudus secara mutlak. Antara yang najis dan kudus mustahil bersatu. Oleh sebab itu Allah pasti menolak semua orang yang tidak kudus. Dan cerita ketidak-kudusan manusia juga diawali dari kejatuhan Adam dan Hawa ke dalam dosa.

Ketika Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa, mereka sadar dirinya telah cemar. Kesadaran ini membuat mereka harus bersembunyi dari kehadiran Allah yang biasa mereka alami di taman itu. Alkitab menuliskan: “Maka terbukalah mata mereka berdua dan mereka tahu, bahwa mereka telanjang; lalu mereka menyemat daun pohon ara dan membuat cawat.Ketika mereka mendengar bunyi langkah TUHAN Allah, yang berjalan-jalan dalam taman itu pada waktu hari sejuk, bersembunyilah manusia dan isterinya itu terhadap TUHAN Allah di antara pohon-pohonan dalam taman. Tetapi TUHAN Allah memanggil manusia itu dan berfirman kepadanya: "Di manakah engkau?" Ia menjawab: "Ketika aku mendengar, bahwa Engkau ada dalam taman ini, aku menjadi takut, karena aku telanjang; sebab itu aku bersembunyi." (Kej. 3:7-10).

Ada dua pokok pikiran penting dalam firman Tuhan di atas. Pertama, kalimat yang berbunyi: “terbukalah mata mereka berdua dan mereka tahu, bahwa mereka telanjang; lalu mereka menyemat daun pohon ara dan membuat cawat.” Kata “tahu” dalam ayat tersebut adalah sebuah kesadaran mendapati diri mereka telanjang. Kesadaran ini memaksa mereka melakukan sesuatu. Disebutkan, mereka membuat cawat dari daun pohon ara dan memakainya. Sebuah usaha yang logis dan masuk akal. Meskipun terlihat sangat alamiah tetapi jelas apa maksudnya. Mereka berusaha menutupi dosa, kenajisan dan kecemaran mereka dengan melakukan sesuatu yang menurut pandangan mereka baik.

LAHIRNYA AGAMA
Pada peristiwa inilah pertama sekali konsep agama diperkenalkan. Tindakan mereka mengindikasikan eksistensi agama. Berusaha menutupi dosa dan kenajisan adalah konsep agama. Dengan kata lain mereka menggunakan agama yaitu cawat daun ara supaya kelihatan kudus. Untuk sementara kelihatannya cawat itu bisa menutupi aurat dan “memberikan” kekudusan sehingga tampak baik. Bukankah agama mengajarkan kebaikan untuk menutupi dosa? Manusia menggunakan agama supaya mereka kelihatan baik. Padahal perbuatan baik tidak mungkin menciptakan kekudusan manusia. Mereka berharap semoga Allah tidak melihat aurat yaitu dosa mereka dengan perbuatan baik. Maka tidak mengherankan jika ada orang mati, yang diingat-ingat adalah perbuatan baiknya, mudah-mudahan dengan perbuatan baiknya itu Allah menerimanya. Bukankah semua itu tampak jelas dalam peri kehidupan manusia?

Bukan saja sampai di situ. Dengan akal yang sudah cemar manusia juga membuat varian lain dari agama. Sekelompok orang berusaha menghindar dari keramaian dan bersembunyi di hutan-hutan, gua-gua, gunung-gunung, lebah-lembah bertapa untuk menyelesaikan masalah dosa. Ada pula yang menyiksa diri secara kejam untuk mematikan dosa. Semakin serius mereka melakukan, semakin mereka sadar bahwa usaha itu adalah sia-sia. Mereka tahu mereka gagal dan semakin kuat pula berusaha. Mereka bagaikan seekor hamster yang sedang berlari kencang pada bianglala. Si hamster berfikir bahwa dia sudah berlari jauh tetapi kenyataannya masih berada di tempat yang sama. Demikianlah gambaran orang yang berusaha menghindar dari dosa dan kenajisan melalui agama.

Di Korea Selatan ada seorang biksu tua. Biksu itu sangat terkenal karena kesalehan dan perbuatannya yang sangat baik. Oleh sebab itu banyak sekali orang yang mengagumi dia, bahkan sampai orang-orang yang bersal dari negara-negara lain. Kuil dimana dia menjadi biksu selalu dikunjungi orang-orang karena ingin melihatnya. Setiap hari dari hampir seluruh hidupnya dipergunakan untuk beribadah dan melatih diri supaya dosanya tidak tampak. Tampaknya dia berhasil setidaknya terlihat dari tutur kata dan sikap kudus dan terjaga dengan baik. Tetapi pada suatu kali seorang wartawan mewawancarai dia. Pertanyaannya sangat sederhana. Wartawan itu bertanya: “Dengan pencapaian Anda sebagai biksu yang sudah sangat terkenal, menjadi panutan dan dikagumi banyak orang, apakah Anda akan masuk sorga apabila Anda mati?” Dengan sangat tidak brpengharapan biksu itu menjawab sambil menggeleng kepala: “Tidak...tidak... Sampai saya ini saya menyadari tidak punya harapan itu... Saya masih jauh dan teramat jauh dari Tuhan.”

Biksu itu menghabiskan banyak waktu untuk menghilangkan dosa dan mengejar kekudusan. Dia menyadari dirinya berdosa. Tetapi sayang dia berusaha mengatasinya dengan bersembunyi di balik agama. Semakin sadar dia adalah orang najis, semakin jauh dia bersembunyi. Dia berharap tapa laku dan pikiran yang dilakukannya akan melepaskan dia dari dosa. Bagi orang-orang lain dia adalah orang suci yang sudah tiba di pintu depan sorga. Orang menyangka dialah pencari Tuhan yang berhasil, padahalsejatinya tidak.

Tidak benar bila orang berpendapat melalui agama manusia bisa mencari Tuhan. Adam dan Hawa telah membuktikan bahwa mereka tidak mencari Allah. Justru mereka bersembunyi dan menghindar. Sejatinya agama mustahil menghilangkan dosa dan kenajisan manusia. Agama bukanlah sarana mencari Allah tetapi sebagai tempat bersembunyi. Banyak orang terkecoh melihat ketekunan dan kekusyukan seseorang mengikuti agama dan berfikir orang itu sedang mencari Tuhan, padahal sesungguhnya tidak demikian. Paulus mengatakan: “Tidak ada seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang mencari Allah” (Rom. 3:11). Allahlah yang mencari orang berdosa, bukan sebaliknya.

Bagaimana respons Allah atas usaha Adam dan Hawa? Apakah Allah toleran dan menerima semua upaya yang dilakukan manusia pertama itu? Selanjutnya Alkitab menjelaskan Tuhan akhirnya melepaskan dan membuang cawat pohon daun ara yang mereka pakai. Menutupi ketelanjangan mereka dengan cawat daun tidak direkomendasi Allah. Oleh sebab itu, setelah menyatakan vonis, kemudian Allah membuat cawat baru yang sesuai kehendak-Nya. Cawat ituterbuat dari kulit binatang (Kej. 3:21). Apa yang dilakukan Allah tersebut menyatakan sebuah kebenaran yang sangat penting. Cawat buatan Allah adalah jalan penyelesaian dosa dan kenajisan, sedangkan yang dibuat oleh Adam, imitasinya, adalah tempat untuk sembunyi. Dengan kata lain, agama adalah usaha i8mitatif jalan keselamatan yang dirancang Tuhan. Usaha manusia lahir dari usaha dan hikmat manusia tetapi jalan keselamatan bersumber dari hikmat dan perbuatan Tuhan.

Untuk membuat cawat seekor binatang harus disembelih dan dikorbankan. Tuihan mengambil kulitnya untuk menutup ketelanjangan Adam dan Hawa. Ketika kulitnya diambil, tentunya darahnya tertumpah dan akhirnya binatang itu mati. Allah dalam hikmatnya telah menjadikan perstiwa tersebut menjadi sebuah kebenaran yang bersifat profetik atau nubuatan. Pengorbanan Yesus Kristus di kayu salib beberapa ribu tahun kemudian merupakan penggenapan nubuat itu. Kematian binatang itu adalah prototipe pengorbanan Yesus Kristus. Kematian-Nya merupakan wujud pengampunan Allah dan darah-Nya yang tercurah menyucikan secara mutlak dan permanen semua dosa orang percaya.

Kedua, kalimat: “Ketika aku mendengar, bahwa Engkau ada dalam taman ini, aku menjadi takut, karena aku telanjang; sebab itu aku bersembunyi" (Kej. 3:10). Ada kaitan sebab akibat antara kehadiran Allah dengan rasa takut. Kehadiran Allah di taman itu membuat Adam dan Hawa sangat malu dan ketakutan. Seharusnya mereka menyambut kedatangan Allah di taman itu dengan sukacita. Tetapi aneh, mereka justru ketakutan sehingga bersembunyi (Kej. 3:10). Ada apa gerangan? Bukankah saat itu mereka telah memakai cawat buatan sendiri dan tidak telanjang lagi? Mengapa harus takut? Jika yang mereka lakukan benar, seharusnya tidak perlu takut. Bukankah cawat yang mereka pakai cukup baik? Hal ini menunjukkan bahwa cawat buatan sendiri (agama) tidak memberi jaminan dan solusi.

Perbuatan baik manusia tidak bisa memberi rasa percaya diri (self confidence) untuk menghadap Allah. Jika ada seseorang yang merasa aman dan nyaman dengan keberagamaan mereka dan merasa percaya diri menghadap Allah yang Mahakudus, maka hal itu adalah sebuah kebohongan. Perhatikanlah. Peristiwa yang paling ditakuti oleh manusia adalah kematian karena sebentar lagi dia akan bertemu dengan Tuhan. Manusia tidak akan bisa melenyapkan ketakutannya dengan beragama! Seandainya cawat daun pohon ara yang mereka pakai mampu memberi rasa aman dan nyaman, tentunya mereka tidak perlu bersembunyi karena takut.

Inilah hukumnya: ”MANUSIA BERDOSA SESUNGGUHNYA TAKUT KEPADA TUHAN.” Agama telah dijadikan sebagai alat untuk bersembunyi bukan mencari dan menghampiri Dia. Orang yang menyadari dirinya berdosa, akan sadar pula dirinya najis dan cemar. Ada dua cara yang bisa dilakukan manusia untuk mengatasi hal itu. Pertama, datang kepada Allah dan mohon pengampunan. Kedua, melarikan diri dari hadapan Allah dan bersembunyi. Tetapi Adam dan Hawa memilih yang kedua. Cara kedua inilah yang paling banyak ditempuh manusia sepanjang sejarah. Manusia lari dan bersembunyi di balik agama (cawat daun pohon ara). Kelihatannya baik. Tetapi dari perspektif Allah menjalankan agama sama artinya dengan lari dan bersembunyi dari hadapan-Nya. Bukankah Adam melakukan hal itu? Orang bisa saja tertipu melihat ketekunan seseorang sedang mencari Tuhan padahal sesungguhnya dia sedang melarikan diri dan bersembunyi di balik sebuah agama.

Cara yang benar datang kepada Allah adalah mengakui dosa-dosanya dan menerima pengampunan yang disediakan-Nya. Sejak kejatuhan Adam secara profetik Allah sudah menyediakan cara pengampunan melalui binatang yang telah dikorbankan itu. Secara faktual dan obyektif nubuat tersebut telah digenapi dalam peristiwa kematian Yesus Kristus di kayu salib. Allah telah menyediakan pengampunan yang sempurna dan permanen yang harus diterima dengan IMAN. Tinggalkanlah cara agama dan terimalah cara iman untuk menyucikan dosa-dosa Anda. Yesus adalah Anak Domba Allah yang dikorbankan demi pengampunan dosa-dosa manusia.

BAIT SUCI: SIMBOL KEKUDUSAN ALLAH
Dalam perkembangannya, Allah terus menyatakan kekudusan-Nya. Hal itu dilakukan-Nya melalui bangsa Israel. Pengudusan dengan cara menyembelih binatang terus berlanjut. Konsep pengudusan orang berdosa dengan mengorbankan binatang terlembagakan dalam hukum Taurat. Selain mencerminkan kebenaran Allah, hukum Taurat juga mencerminkan kekudusan-Nya. Kebenaran dan kekudusan terkristal di dalam sepuluh hukum tertulis tersebut. Secara praktis orang Israel harus hidup mengamalkan kebenaran hukum Taurat. Hukum Taurat bukan saja berupa aturan-aturan tertulis, tetapi secara khusus juga mengatur cara beribadah secara praktis dan spesifik yang menunjukkan kekudusan Tuhan.

Atas kehendak Tuhan Musa naik menghadap Allah di gunung Sinai. Setelah kembali turun dia membawa dua log batu bertuliskan sepuluh hukum Taurat. Selain itu Allah juga menunjukkan sebuah pola untuk membangun Bait Suci sebagai representasi kehadiran Allah dan sekaligus menjadi tempat bangsa itu melakukan ibadahnya. Kitab Imamat secara khusus mengatur hal itu. Dalam kitab Imamat dengan jelas dituliskan semua perkara yang menyangkut Bait Suci. Pembangunan Bait Suci harus sesuai dengan pola yang ditunjukkan Allah kepada Musa. Bahan-bahan yang digunakan untuk membangun Bait Suci ditentukan oleh Allah. Hampir semua bahan terbuat dari emas yang melambangkan kemurnian dan kekudusan Allah. Ukuran-ukuran Bait Suci atau tabernakel yang hendak dibangun harus tepat dan dibuat secara detil tanpa cacat. Peralatan-peralatan ibadah ditempa sesuai dengan yang diinginkan-Nya. Dalam membangun Bait Suci, tidak boleh melenceng dari yang sudah ditetapkan Tuhan.

Selain itu Allah juga menentukan korban-korban yang digunakan untuk beribadah. Hewan-hewan yang dikorbankan tidak boleh bercacat. Untuk semua hewan yang hendak dikorbankan sudah ada aturannya. Ada korban penghapus dosa dan kesalahan, korban ucapan syukur, korban wewangian dan sebagainya yang peruntukannya sangat jelas dan spesifik. Bahkan para imam yang menyelenggarakan ibadah harus dari suku Lewi dan senatiasa lebih dulu dikuduskan sebelum melakukan tugas ibadah. Seluruh jemaat yang datang harus disucikan dengan darah korban. Sungguh ibadah dan ritual yang dipenui dengan nilai kekudusan yang tidak boleh ditawar-tawar. Akan sangat kurang waktu dan tempat untuk menjelaskan bagaimana kekudusan imamat bangsa itu dalam tulisan ini. Tetapi sebagai kesimpulan, apa yang dituliskan dalam kitab Imamat dengan segala aturan dan cara beribadah di Bait Suci adalah cerminan kekudusan dan kesempurnaan Allah yang tiada tara. Dan setiap ibadah yang mereka lakukan disertai dengan ancaman hukuman yang sangat berat. Kematian adalah hukuman terberat yang dijatuhkan kepada barangsiapa yang tidak menuruti perintah Tuhan dalam konteks Bait Suci dan segala kegiatannya yang dipenuhi kekudusan.

Hanya bangsa Israel yang diiznkan beribadah di pelataran bait Suci itu karena mereka adalah umat pilihan Tuhan. Mereka adalah bangsa yang kudus. Bangsa-bangsa asing sama sekali tidak diizinkan beribadah di sana karena kenajisan dan kecemaran kecuali mereka telah menerima imamat bangsa Israel tersebut (proselit). Dari perspektif Allah bangsa-bangsa asing adalah bangsa yang tidak kudus atau najis. Oleh sebab itu Allah memilih bangsa Israel sebagai umat-Nya dan menguduskan mereka supaya bangsa itu bisa menjadi berkat bagi bangsa-bangsa yang belum mengenal Tuhan. Tuhan memilih mereka untuk menjadi alat supaya bangsa-bangsa lain mengenal Tuhan. Tetapi sayang mereka gagal.

Bait Suci bangsa Israel (tabernakel) adalah gambaran dari Bait Suci sesungguhnya yaitu sorga yang eskatologis. Allah bertahta di sorga. Kerajaan sorga dipenuhi kekudusan-Nya dan hanya orang-orang kudus saja yang akan masuk ke sana sedangkan orang yang tidak kudus tinggal di luar. Yohanes membuat kualifikasi siapa saja yang diijinkan Tuhan masuk ke dalam sorga dan siapa yang tidak boleh. Inilah daftarnya: “Berbahagialah mereka yang membasuh jubahnya. Mereka akan memperoleh hak atas pohon-pohon kehidupan dan masuk melalui pintu-pintu gerbang ke dalam kota itu.Tetapi anjing-anjing dan tukang-tukang sihir, orang-orang sundal, orang-orang pembunuh, penyembah-penyembah berhala dan setiap orang yang mencintai dusta dan yang melakukannya, tinggal di luar” (Why. 22:14-15).

Jadi jelas, Hanya orang-orang yang sudah dibasuh atau disucikan saja yang akan masuk ke dalam sorga. Sedangkan orang-orang berdosa yang digambarkan sebagai anjing-anjing, tukang-tukang sihir, orang-orang sundal dan lain sebagainya tidak boleh masuk. Semua orang yang tidak percaya kepada Yesus adalah orang-orang berdosa karena belum dibasuh dan disucikan. Sudahkah Anda disucikan dari dosa-dosa Anda?

WARNING:

Imamat 19:2
Kuduslah kamu, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, kudus (to be continued...)