“SOLUSI DOSA (5): PENGUDUSAN”
Di samping Mahabenar sebagaimana telah dibahas dalam tulisan yang lalu,
atribut Allah yang lain adalah Mahakudus. Kekudusan Allah sama mutlak
dengan kebenaran-Nya. Kekudusan, kebenaran, kekuasaan, kasih dan
berbagai atribut Allah lainnya merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan dan menjadi sifat atau karakter Allah yang utama. Selain
ketidak-benaran, dosa juga mengakibatkan ketidak- kudusan manusia. Oleh
karena dosa, manusia menjadi najis dan cemar. Kenajisan dan kecemaran
membuat manusia terpisah dari Allah yang Mahakudus secara mutlak. Antara
yang najis dan kudus mustahil bersatu. Oleh sebab itu Allah pasti
menolak semua orang yang tidak kudus. Dan cerita ketidak-kudusan manusia
juga diawali dari kejatuhan Adam dan Hawa ke dalam dosa.
Ketika Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa, mereka sadar dirinya telah
cemar. Kesadaran ini membuat mereka harus bersembunyi dari kehadiran
Allah yang biasa mereka alami di taman itu. Alkitab menuliskan: “Maka
terbukalah mata mereka berdua dan mereka tahu, bahwa mereka telanjang;
lalu mereka menyemat daun pohon ara dan membuat cawat.Ketika mereka
mendengar bunyi langkah TUHAN Allah, yang berjalan-jalan dalam taman itu
pada waktu hari sejuk, bersembunyilah manusia dan isterinya itu
terhadap TUHAN Allah di antara pohon-pohonan dalam taman. Tetapi TUHAN
Allah memanggil manusia itu dan berfirman kepadanya: "Di manakah
engkau?" Ia menjawab: "Ketika aku mendengar, bahwa Engkau ada dalam
taman ini, aku menjadi takut, karena aku telanjang; sebab itu aku
bersembunyi." (Kej. 3:7-10).
Ada dua pokok pikiran penting
dalam firman Tuhan di atas. Pertama, kalimat yang berbunyi: “terbukalah
mata mereka berdua dan mereka tahu, bahwa mereka telanjang; lalu mereka
menyemat daun pohon ara dan membuat cawat.” Kata “tahu” dalam ayat
tersebut adalah sebuah kesadaran mendapati diri mereka telanjang.
Kesadaran ini memaksa mereka melakukan sesuatu. Disebutkan, mereka
membuat cawat dari daun pohon ara dan memakainya. Sebuah usaha yang
logis dan masuk akal. Meskipun terlihat sangat alamiah tetapi jelas apa
maksudnya. Mereka berusaha menutupi dosa, kenajisan dan kecemaran
mereka dengan melakukan sesuatu yang menurut pandangan mereka baik.
LAHIRNYA AGAMA
Pada peristiwa inilah pertama sekali konsep agama diperkenalkan.
Tindakan mereka mengindikasikan eksistensi agama. Berusaha menutupi dosa
dan kenajisan adalah konsep agama. Dengan kata lain mereka menggunakan
agama yaitu cawat daun ara supaya kelihatan kudus. Untuk sementara
kelihatannya cawat itu bisa menutupi aurat dan “memberikan” kekudusan
sehingga tampak baik. Bukankah agama mengajarkan kebaikan untuk menutupi
dosa? Manusia menggunakan agama supaya mereka kelihatan baik. Padahal
perbuatan baik tidak mungkin menciptakan kekudusan manusia. Mereka
berharap semoga Allah tidak melihat aurat yaitu dosa mereka dengan
perbuatan baik. Maka tidak mengherankan jika ada orang mati, yang
diingat-ingat adalah perbuatan baiknya, mudah-mudahan dengan perbuatan
baiknya itu Allah menerimanya. Bukankah semua itu tampak jelas dalam
peri kehidupan manusia?
Bukan saja sampai di situ. Dengan akal
yang sudah cemar manusia juga membuat varian lain dari agama. Sekelompok
orang berusaha menghindar dari keramaian dan bersembunyi di
hutan-hutan, gua-gua, gunung-gunung, lebah-lembah bertapa untuk
menyelesaikan masalah dosa. Ada pula yang menyiksa diri secara kejam
untuk mematikan dosa. Semakin serius mereka melakukan, semakin mereka
sadar bahwa usaha itu adalah sia-sia. Mereka tahu mereka gagal dan
semakin kuat pula berusaha. Mereka bagaikan seekor hamster yang sedang
berlari kencang pada bianglala. Si hamster berfikir bahwa dia sudah
berlari jauh tetapi kenyataannya masih berada di tempat yang sama.
Demikianlah gambaran orang yang berusaha menghindar dari dosa dan
kenajisan melalui agama.
Di Korea Selatan ada seorang biksu
tua. Biksu itu sangat terkenal karena kesalehan dan perbuatannya yang
sangat baik. Oleh sebab itu banyak sekali orang yang mengagumi dia,
bahkan sampai orang-orang yang bersal dari negara-negara lain. Kuil
dimana dia menjadi biksu selalu dikunjungi orang-orang karena ingin
melihatnya. Setiap hari dari hampir seluruh hidupnya dipergunakan untuk
beribadah dan melatih diri supaya dosanya tidak tampak. Tampaknya dia
berhasil setidaknya terlihat dari tutur kata dan sikap kudus dan terjaga
dengan baik. Tetapi pada suatu kali seorang wartawan mewawancarai dia.
Pertanyaannya sangat sederhana. Wartawan itu bertanya: “Dengan
pencapaian Anda sebagai biksu yang sudah sangat terkenal, menjadi
panutan dan dikagumi banyak orang, apakah Anda akan masuk sorga apabila
Anda mati?” Dengan sangat tidak brpengharapan biksu itu menjawab sambil
menggeleng kepala: “Tidak...tidak... Sampai saya ini saya menyadari
tidak punya harapan itu... Saya masih jauh dan teramat jauh dari Tuhan.”
Biksu itu menghabiskan banyak waktu untuk menghilangkan dosa dan
mengejar kekudusan. Dia menyadari dirinya berdosa. Tetapi sayang dia
berusaha mengatasinya dengan bersembunyi di balik agama. Semakin sadar
dia adalah orang najis, semakin jauh dia bersembunyi. Dia berharap tapa
laku dan pikiran yang dilakukannya akan melepaskan dia dari dosa. Bagi
orang-orang lain dia adalah orang suci yang sudah tiba di pintu depan
sorga. Orang menyangka dialah pencari Tuhan yang berhasil,
padahalsejatinya tidak.
Tidak benar bila orang berpendapat
melalui agama manusia bisa mencari Tuhan. Adam dan Hawa telah
membuktikan bahwa mereka tidak mencari Allah. Justru mereka bersembunyi
dan menghindar. Sejatinya agama mustahil menghilangkan dosa dan
kenajisan manusia. Agama bukanlah sarana mencari Allah tetapi sebagai
tempat bersembunyi. Banyak orang terkecoh melihat ketekunan dan
kekusyukan seseorang mengikuti agama dan berfikir orang itu sedang
mencari Tuhan, padahal sesungguhnya tidak demikian. Paulus mengatakan:
“Tidak ada seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang
mencari Allah” (Rom. 3:11). Allahlah yang mencari orang berdosa, bukan
sebaliknya.
Bagaimana respons Allah atas usaha Adam dan Hawa?
Apakah Allah toleran dan menerima semua upaya yang dilakukan manusia
pertama itu? Selanjutnya Alkitab menjelaskan Tuhan akhirnya melepaskan
dan membuang cawat pohon daun ara yang mereka pakai. Menutupi
ketelanjangan mereka dengan cawat daun tidak direkomendasi Allah. Oleh
sebab itu, setelah menyatakan vonis, kemudian Allah membuat cawat baru
yang sesuai kehendak-Nya. Cawat ituterbuat dari kulit binatang (Kej.
3:21). Apa yang dilakukan Allah tersebut menyatakan sebuah kebenaran
yang sangat penting. Cawat buatan Allah adalah jalan penyelesaian dosa
dan kenajisan, sedangkan yang dibuat oleh Adam, imitasinya, adalah
tempat untuk sembunyi. Dengan kata lain, agama adalah usaha i8mitatif
jalan keselamatan yang dirancang Tuhan. Usaha manusia lahir dari usaha
dan hikmat manusia tetapi jalan keselamatan bersumber dari hikmat dan
perbuatan Tuhan.
Untuk membuat cawat seekor binatang harus
disembelih dan dikorbankan. Tuihan mengambil kulitnya untuk menutup
ketelanjangan Adam dan Hawa. Ketika kulitnya diambil, tentunya darahnya
tertumpah dan akhirnya binatang itu mati. Allah dalam hikmatnya telah
menjadikan perstiwa tersebut menjadi sebuah kebenaran yang bersifat
profetik atau nubuatan. Pengorbanan Yesus Kristus di kayu salib beberapa
ribu tahun kemudian merupakan penggenapan nubuat itu. Kematian binatang
itu adalah prototipe pengorbanan Yesus Kristus. Kematian-Nya merupakan
wujud pengampunan Allah dan darah-Nya yang tercurah menyucikan secara
mutlak dan permanen semua dosa orang percaya.
Kedua, kalimat:
“Ketika aku mendengar, bahwa Engkau ada dalam taman ini, aku menjadi
takut, karena aku telanjang; sebab itu aku bersembunyi" (Kej. 3:10).
Ada kaitan sebab akibat antara kehadiran Allah dengan rasa takut.
Kehadiran Allah di taman itu membuat Adam dan Hawa sangat malu dan
ketakutan. Seharusnya mereka menyambut kedatangan Allah di taman itu
dengan sukacita. Tetapi aneh, mereka justru ketakutan sehingga
bersembunyi (Kej. 3:10). Ada apa gerangan? Bukankah saat itu mereka
telah memakai cawat buatan sendiri dan tidak telanjang lagi? Mengapa
harus takut? Jika yang mereka lakukan benar, seharusnya tidak perlu
takut. Bukankah cawat yang mereka pakai cukup baik? Hal ini menunjukkan
bahwa cawat buatan sendiri (agama) tidak memberi jaminan dan solusi.
Perbuatan baik manusia tidak bisa memberi rasa percaya diri (self
confidence) untuk menghadap Allah. Jika ada seseorang yang merasa aman
dan nyaman dengan keberagamaan mereka dan merasa percaya diri menghadap
Allah yang Mahakudus, maka hal itu adalah sebuah kebohongan.
Perhatikanlah. Peristiwa yang paling ditakuti oleh manusia adalah
kematian karena sebentar lagi dia akan bertemu dengan Tuhan. Manusia
tidak akan bisa melenyapkan ketakutannya dengan beragama! Seandainya
cawat daun pohon ara yang mereka pakai mampu memberi rasa aman dan
nyaman, tentunya mereka tidak perlu bersembunyi karena takut.
Inilah hukumnya: ”MANUSIA BERDOSA SESUNGGUHNYA TAKUT KEPADA TUHAN.”
Agama telah dijadikan sebagai alat untuk bersembunyi bukan mencari dan
menghampiri Dia. Orang yang menyadari dirinya berdosa, akan sadar pula
dirinya najis dan cemar. Ada dua cara yang bisa dilakukan manusia untuk
mengatasi hal itu. Pertama, datang kepada Allah dan mohon pengampunan.
Kedua, melarikan diri dari hadapan Allah dan bersembunyi. Tetapi Adam
dan Hawa memilih yang kedua. Cara kedua inilah yang paling banyak
ditempuh manusia sepanjang sejarah. Manusia lari dan bersembunyi di
balik agama (cawat daun pohon ara). Kelihatannya baik. Tetapi dari
perspektif Allah menjalankan agama sama artinya dengan lari dan
bersembunyi dari hadapan-Nya. Bukankah Adam melakukan hal itu? Orang
bisa saja tertipu melihat ketekunan seseorang sedang mencari Tuhan
padahal sesungguhnya dia sedang melarikan diri dan bersembunyi di balik
sebuah agama.
Cara yang benar datang kepada Allah adalah
mengakui dosa-dosanya dan menerima pengampunan yang disediakan-Nya.
Sejak kejatuhan Adam secara profetik Allah sudah menyediakan cara
pengampunan melalui binatang yang telah dikorbankan itu. Secara faktual
dan obyektif nubuat tersebut telah digenapi dalam peristiwa kematian
Yesus Kristus di kayu salib. Allah telah menyediakan pengampunan yang
sempurna dan permanen yang harus diterima dengan IMAN. Tinggalkanlah
cara agama dan terimalah cara iman untuk menyucikan dosa-dosa Anda.
Yesus adalah Anak Domba Allah yang dikorbankan demi pengampunan
dosa-dosa manusia.
BAIT SUCI: SIMBOL KEKUDUSAN ALLAH
Dalam
perkembangannya, Allah terus menyatakan kekudusan-Nya. Hal itu
dilakukan-Nya melalui bangsa Israel. Pengudusan dengan cara menyembelih
binatang terus berlanjut. Konsep pengudusan orang berdosa dengan
mengorbankan binatang terlembagakan dalam hukum Taurat. Selain
mencerminkan kebenaran Allah, hukum Taurat juga mencerminkan
kekudusan-Nya. Kebenaran dan kekudusan terkristal di dalam sepuluh hukum
tertulis tersebut. Secara praktis orang Israel harus hidup mengamalkan
kebenaran hukum Taurat. Hukum Taurat bukan saja berupa aturan-aturan
tertulis, tetapi secara khusus juga mengatur cara beribadah secara
praktis dan spesifik yang menunjukkan kekudusan Tuhan.
Atas
kehendak Tuhan Musa naik menghadap Allah di gunung Sinai. Setelah
kembali turun dia membawa dua log batu bertuliskan sepuluh hukum Taurat.
Selain itu Allah juga menunjukkan sebuah pola untuk membangun Bait Suci
sebagai representasi kehadiran Allah dan sekaligus menjadi tempat
bangsa itu melakukan ibadahnya. Kitab Imamat secara khusus mengatur hal
itu. Dalam kitab Imamat dengan jelas dituliskan semua perkara yang
menyangkut Bait Suci. Pembangunan Bait Suci harus sesuai dengan pola
yang ditunjukkan Allah kepada Musa. Bahan-bahan yang digunakan untuk
membangun Bait Suci ditentukan oleh Allah. Hampir semua bahan terbuat
dari emas yang melambangkan kemurnian dan kekudusan Allah.
Ukuran-ukuran Bait Suci atau tabernakel yang hendak dibangun harus tepat
dan dibuat secara detil tanpa cacat. Peralatan-peralatan ibadah ditempa
sesuai dengan yang diinginkan-Nya. Dalam membangun Bait Suci, tidak
boleh melenceng dari yang sudah ditetapkan Tuhan.
Selain itu
Allah juga menentukan korban-korban yang digunakan untuk beribadah.
Hewan-hewan yang dikorbankan tidak boleh bercacat. Untuk semua hewan
yang hendak dikorbankan sudah ada aturannya. Ada korban penghapus dosa
dan kesalahan, korban ucapan syukur, korban wewangian dan sebagainya
yang peruntukannya sangat jelas dan spesifik. Bahkan para imam yang
menyelenggarakan ibadah harus dari suku Lewi dan senatiasa lebih dulu
dikuduskan sebelum melakukan tugas ibadah. Seluruh jemaat yang datang
harus disucikan dengan darah korban. Sungguh ibadah dan ritual yang
dipenui dengan nilai kekudusan yang tidak boleh ditawar-tawar. Akan
sangat kurang waktu dan tempat untuk menjelaskan bagaimana kekudusan
imamat bangsa itu dalam tulisan ini. Tetapi sebagai kesimpulan, apa yang
dituliskan dalam kitab Imamat dengan segala aturan dan cara beribadah
di Bait Suci adalah cerminan kekudusan dan kesempurnaan Allah yang tiada
tara. Dan setiap ibadah yang mereka lakukan disertai dengan ancaman
hukuman yang sangat berat. Kematian adalah hukuman terberat yang
dijatuhkan kepada barangsiapa yang tidak menuruti perintah Tuhan dalam
konteks Bait Suci dan segala kegiatannya yang dipenuhi kekudusan.
Hanya bangsa Israel yang diiznkan beribadah di pelataran bait Suci itu
karena mereka adalah umat pilihan Tuhan. Mereka adalah bangsa yang
kudus. Bangsa-bangsa asing sama sekali tidak diizinkan beribadah di sana
karena kenajisan dan kecemaran kecuali mereka telah menerima imamat
bangsa Israel tersebut (proselit). Dari perspektif Allah bangsa-bangsa
asing adalah bangsa yang tidak kudus atau najis. Oleh sebab itu Allah
memilih bangsa Israel sebagai umat-Nya dan menguduskan mereka supaya
bangsa itu bisa menjadi berkat bagi bangsa-bangsa yang belum mengenal
Tuhan. Tuhan memilih mereka untuk menjadi alat supaya bangsa-bangsa lain
mengenal Tuhan. Tetapi sayang mereka gagal.
Bait Suci bangsa
Israel (tabernakel) adalah gambaran dari Bait Suci sesungguhnya yaitu
sorga yang eskatologis. Allah bertahta di sorga. Kerajaan sorga dipenuhi
kekudusan-Nya dan hanya orang-orang kudus saja yang akan masuk ke sana
sedangkan orang yang tidak kudus tinggal di luar. Yohanes membuat
kualifikasi siapa saja yang diijinkan Tuhan masuk ke dalam sorga dan
siapa yang tidak boleh. Inilah daftarnya: “Berbahagialah mereka yang
membasuh jubahnya. Mereka akan memperoleh hak atas pohon-pohon kehidupan
dan masuk melalui pintu-pintu gerbang ke dalam kota itu.Tetapi
anjing-anjing dan tukang-tukang sihir, orang-orang sundal, orang-orang
pembunuh, penyembah-penyembah berhala dan setiap orang yang mencintai
dusta dan yang melakukannya, tinggal di luar” (Why. 22:14-15).
Jadi jelas, Hanya orang-orang yang sudah dibasuh atau disucikan saja
yang akan masuk ke dalam sorga. Sedangkan orang-orang berdosa yang
digambarkan sebagai anjing-anjing, tukang-tukang sihir, orang-orang
sundal dan lain sebagainya tidak boleh masuk. Semua orang yang tidak
percaya kepada Yesus adalah orang-orang berdosa karena belum dibasuh dan
disucikan. Sudahkah Anda disucikan dari dosa-dosa Anda?
WARNING:
Imamat 19:2
Kuduslah kamu, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, kudus (to be continued...)